Suara.com - Gunung Agung setinggi 3.142 meter di atas permukaan laut (mdpl) merupakan salah satu dari tiga gunung di Bali, yang keberadaannya disakralkan masyarakat setempat sebagai tempat pelaksanaan ritual "Mulang Pekelem" dalam rangkaian upacara besar di Pura Besakih.
Di lereng kaki gunung tertinggi di Pulau Dewata itu terdapat Pura Besakih, yang terdiri atas 16 kompleks yang menjadi satu kesatuan tempat suci terbesar umat Hindu yang menyimpan ketenangan dan kedamaian serta menjadi pusat perhatian umat. Tidak hanya itu, lereng gunung itu juga sering menjadi tempat upacara suci masyarakat dari puluhan desa di lereng itu.
Berdasarkan catatan sejarah, gunung tertinggi di Bali itu sebelumnya telah terjadi empat kali meletus, yakni tahun 1808, 1821, 1842 dan 1963. Dari empat letusan tersebut, tidak pernah menyentuh Pura Besakih.
Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali Prof Dr. I Gusti Ngurah Sudiana menyatakan fakta sejarah itu membuat para pangemong dan pemangku Pura Besakih tetap meyakini kalaupun terjadi erupsi Gunung Agung pada tahun ini (2017), maka hal itu juga tidak akan menyentuh pratima-pratima dan benda-benda suci yang disakralkan di kawasan Pura Besakih.
Baca Juga: Tiga Pesawat Nirawak Dikerahkan Pantau Gunung Agung
Berdasarkan hasil rapat dengan para pangemong (penanggung jawab wilayah) dan pemangku (pemuka agama) Pura Besakih bahwa benda-benda sakral yang disucikan dan tersebar pada 16 kompleks itu tidak akan dipindahkan, meskipun status Gunung Agung sudah pada Level Awas (IV) sejak 22 September 2017 atau kini hampir tiga minggu.
Sejak 22 September 2017, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menetapkan wilayah steril yang semula radius 6 kilometer dari puncak gunung itu diperluas menjadi 9 kilometer, serta ditambah perluasan wilayah sektoral yang semula 7,5 kilometer menjadi 12 kilometer ke arah utara, timur laut, tenggara, dan selatan-barat daya.
Penetapan kawasan rawan oleh PVMBG itu memasukkan kawasan suci itu dalam radius berbahaya, sehingga kawasan suci Pura Besakih yang masuk dalam radius wilayah berbahaya pun harus dikosongkan.
Namun, puluhan para pemimpin upacara umat Hindu (pemangku) di Pura Besakih setiap hari melakukan doa agar keadaan pura tetap aman dan masyarakat juga selamat di tengah kemungkinan terjadinya erupsi Gunung Agung.
Mereka didampingi aparat keamanan serta staf dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Karangasem agar mereka terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan jika terjadi erupsi Gunung Agung.
Baca Juga: Di Tengah Erupsi, Pengungsi Gunung Agung Buat Kerajinan
Demikian pula, untuk menghindari berpindahnya benda sakral ke tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab, juga telah dilakukan koordinasi dengan aparat keamanan dalam bentuk keamanan terpadu.