Suara.com - Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mengaku sering mendapati protes dari kelompok-kelompok yang tak setuju dengan kepemimpinannya terlebih soal pembangunan berbasis seni dan budaya di Purwakarta.
"Bukan sekedar diprotes. Dilempari batu juga pernah. Tapi itukan akibat tidak memahami," kata Dedi ditemui di Kantor Bupati Purwakarta, Jawa Barat, Kamis (12/10/2017).
Meski demikian, Dedi juga tak ingin menyalahkan kelompok masyarakat yang memprotes dirinya. Menurut Dedi, kelompok-kelompok tersebut memiliki pandangan terkait syariat yang seringkali dipisahlan dengan nilai-nilai sosial.
"Misalnya saya menanam pohon ya, ini kan nilai ibadahnya tinggi. Dalam pandangan mereka mungkin bukan ibadah, kalau bagi saya ini ya ibadah juga. Jadi ini soal pemahaman saja," ujar Dedi.
Baca Juga: Golkar Tawarkan Dedi Mulyadi Jadi Wakil Ridwan Kamil
Menurut Dedi, pandangan berbeda tidak mudah untuk disamakan. Hal ini wajar di negara demokrasi. Tapi, tidak satupun orang berhak untuk memaksakan pandangannya kepada orang lain.
Selama tidak melanggar konstitusi, perbedaan pandangan sah-sah saja.
"Saya mengelola keuangan negara, mengelola pemerintahan itu kan ada aturannya. Yaitu berbasis perundang -undangan yang mengatur kaidah saya sebagai Bupati. Pertanyaannya apa saya langgar?" tutur Dedi.
Lagipula, lanjut Dedi, tidak ada yang substansial yang dipermasalahkan oleh ormas-ormas tersebut. Seperti pengadaan patung di pusat-pusat kota dan kantor kabupaten.
Menurut Dedi, patung bukanlah hal yang terlarang di Indonesia. Jadi tak ada salahnya jika Pemkab membuat banyak patung sebagai bagian dari ikon Kabupaten Purwakarta.
Baca Juga: Dedi Mulyadi Akan Mundur dari Golkar Jika 3 Hal Ini Terjadi
"Saya sebenarnya tidak masalah ya kalau patung dilarang. Tapi kalau itu dilarang secara umum. Nggak boleh ada di Indonesia. Ini patung wayang yang saya pasang diributin, tapi itu patung harimau Kodim tidak ribut," ujar Dedi.