Suara.com - Puti Guntur Soekarno merupakan salah satu kader PDI Perjuangan yang akan ikut bursa pilkada Jawa Barat yang akan diselenggarakan pada 2018.
Saat ini, cucu mendiang Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno, tengah mempersiapkan diri. Dia sudah mendaftarkan diri ke PDI Perjuangan.
Wartawan Suara.com berkesempatan untuk ngobrol dengan anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR tersebut di sela acara yang berlangsung di kantor lembaga kajian Indikator Politik Indonesia, Jalan Cikini 5, nomor 15A, Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (11/10/2017).
Dalam kesempatan yang terbatas, anak pertama Guntur Soekarnoputra tersebut menjelaskan beberapa hal penting mengenai respon keluarga ketika memutuskan untuk ikut ke panggung pilkada sampai alasan kenapa warga Jawa Barat harus memilihnya. Berikut petikan wawancara singkat dengan Puti.
Anda mendaftarkan sebagai cagub, bagaimana tanggapan keluarga, misalnya Megawati, Rachmawati, dan lain-lain. Kaget atau bagaimana?
Nggaklah kalau kaget mah. Memang ini kan sudah jadi, apa, bukan keputusan keluarga tapi artinya kemudian pendaftaran saya sebagai calon gubernur maupun wakil di Jawa Barat ini kan juga sudah menjadi apa namanya keputusan yang sudah diketahui oleh keluarga dan kemudian juga kalau ditanya apakah saya serius atau tidak serius tentunya saya serius karena kalau saya tidak serius tentunya saya tidak akan mendaftar ke di PDI Perjuangan, selaku kader PDI Perjuangan.
Jadi sebenarnya sekarang ini, ya kita tinggal menunggu bagaimana keputusan dari Ibu Megawati dan DPP terkait dengan rekomendasi yang akan dikeluarkan untuk cagub dan cawagub Jawa Barat gitu.
Kenapa Anda tertarik untuk jadi gubernur Jawa Barat?
Sebenarnya, saya ini dua periode (di DPR periode 2009–2014 dan 2014−2019 ). Hampir dua periode berjalan ini kan dapil saya atau konstituen saya di Jawa Barat, itu yang pertama.
Artinya saya masih punya satu keinginan yang lebih lagi dalam mengabdikan diri saya untuk kepentingan Jawa Barat. Karena saya melihat Jawa Barat juga memiliki banyak hal-hal yang masih harus diperbaiki lagi, terutama misalnya di bidang pendidikan. Tingkat kelulusan anak-anak generasi muda peserta didik di Jawa Barat itu sebenarnya masih rendah. Masih kelulusannya di tingkat SMP, harus ditingkatkan lagi.
Kemudian juga, mengenai lapangan pekerjaan, tentunya di bidang ekonomi itu juga pekerjaan yang masih diapa namanya, banyak mayoritas yang pekerjaan ini di sektor non formal. Kemudian juga pembangunan sumber daya manusianya, dimana Jawa Barat ini menurut saya satu potensi yang besar, yang letaknya berdampingan dengan Ibu Kota Negara yang dimana kemudian sumber daya manusianya ketika bisa diberdayakan dengan baik ini bisa menunjang pembangunan secara nasional.
Karena memang secara kualitas atau kuantitas Jawa Barat ini memiliki sumber daya manusia yang memang sebenarnya banyak sekali, itu. Lalu, yang kedua ya saya, ibu saya kan memang dari Jawa Barat, gitu. Dari Putri Sunda ya, jadi memang sebagai salah satu turunan yang memang di dalam diri saya ada sebagian darah Sundanya, darah Priangannya, saya ingin lebih lagi bisa mengabdikan diri saya untuk Jawa Barat. Tapi, semuanya nanti ya tergantung keputusan partai.
Apa daya tarik Anda sehingga menjadi alasan bagi warga Jawa Barat memilih, Anda?
Daya tariknya, tentunya saya bisa mengatakan bahwa saya akan mengabdikan sepenuhnya untuk kepentingan masyarakat Jawa Barat. Dengan apa yang sudah saya dapatkan selama ini dan saya lihat selama ini terutama bahwa saya sebagai anggota DPR RI dan konstituen saya di Jawa Barat.
Lalu, kemudian saya akan bekerja dengan bersih. Artinya, saya akan berusaha mengedepankan transparansi dan kemudian jauh dari korupsi, itu sudah menjadi tekad dan keyakinan saya.
Panutan Anda dalam dunia politik, siapa?
Panutan saya Bung Karno (tertawa). Kakek saya sendiri. Ya, kita tahulah bagaimana seorang Soekarno di dalam berkomitmen, bekerja, dan dekat di hati rakyatnya, dan kemudian ide-ide beliau pun sekarang masih tetap ada karena memang beliau konsisten. Untuk berjalan dan bekerja sesuai ide dan keyakinannya untuk rakyat.
Terkait pendidikan, kan tadi Anda bilang sebagai salah satu konsen. Di kalangan mahasiswa ada anggapan politik itu kotor. Anda Setuju tidak? Dan bagaimana supaya minat mahasiswa ke dunia politik semakin tinggi?
Saya sih nggak percaya dengan stigma politik itu kotor dan politik itu tidak. Karena kenapa terdapat stigma seperti itu? Ya salah satunya adalah yang apa, iklim politik yang diciptakan oleh politisi-politisi yang memang kemudian, mohon maaf, berorientasi hanya untuk kekuasaan dan lain sebagainya menggunakan satu, apa namanya, isu yang memang akhirnya melihat, orang melihat "wah, politik itu kotor, keras, kasar. Ya seperti isu SARA, isu radikalisme, isu intoleransi, saling menjelekkan, saling tidak menghargai."
Padahal kan sebenarnya politik bukan itu. Politik itu bukan hanya sekedar kemudian kita, bagaimana caranya bisa mendapatkan kursi di DPR, politik itu tidak hanya sekedar kemudian kita hanya bagaimana pilkada itu bisa menang. Politik itu luas, gitu loh. Kalau kemudian orang melihat atau mahasiswa melihat bahwa politik itu hanya sekedar cuma untuk menjadi anggota DPR, baik tingkat DPRD provinsi maupun nasional. Kemudian juga urusannya pilkada dan urusannya politik itu kemudian saling menjelekkan, itu jauh sekali. Itu bukan esensi berpolitik yang baik, yang sebenarnya itu jauh dari etika politik sebenarnya, yang saya lihat selama ini memang itu yang terjadi, begitu.
Jadi, pendidikan politik itu seharusnya, sebenarnya sudah mulai diberikan kepada anak-anak dari mulai sejak SMA (Sekolah Menengah Atas). Pendidikan Politik yang baik bagaimana kemudian kita mengkritisi harga baham pokok itu, itu pendidikan politik. Bahan pokok itu naik, kemudian harga sembako, bagaimana kemudian mahasiswa mengkritisi, menciptakan lapangan kerja dengan cara yang baik.
Berdemonstrasi tidak apa-apa, tapi kemudian ketika mulai akhirnya dengan aksi-aksi yang merusak dan lain sebagainya itu bukan berpolitik yang baik. Berpolitik itu tidak hanya sekedar politik praktis, tapi kemudian membangun nalar dan pemikiran serta apa, kritisi-kritisi yang memang terarah itu berpolitik, begitu. Politik itu juga luas, tidak hanya untuk kaum lelaki, kaum perempuan juga. Ibu-ibu pun sebenarnya kalau dia berbicara soal harga bahan pokok yang naik, harga beras naik, harga cabe naik, terus bagaimana kemudian mengatasinya. Itu sebenarnya bagian dari pendidikan politik, gitu. [Handita Fajaresta]