Suara.com - Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP Arteria Dahlan menyebut, penyerangan yang dilakukan sekelompok massa di kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri, Rabu (11/10), merupakan sebuah bentuk kejahatan terhadap demokrasi.
"Ini bukan semata-mata perusakan kantor, tapi juga perusakan terhadap simbolisasi negara. Ini serangan terhadap kehormatan negara. Peristiwa ini merupakan kejahatan dan serangan terhadap demokrasi yang dicoba dijaga dan dipertahankan oleh teman-teman di Kemendagri," ujar Arteria melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (12/10/2017).
Arteria menyatakan, memahami perasaan para pengunjuk rasa. Namun, dia mengutuk dan mengecam keras aksi yang berujung tehadap perusakan kantor Kemendagri.
Baca Juga: Mencekam, Ini Video Detik-Detik Penyerbuan Kantor Kemendagri
"Ini harus disikapi serius oleh aparat penegak hukum, saya minta kepada jajaran Kepolisian untuk mengusut tuntas dan memberikan sanksi seberat-beratnya," pintanya.
Dia menegaskan, peristiwa tersebut harus dipandang sebagai suatu kejahatan serius, agar tidak menjadi preseden menggunakan kekerasan untuk memaksakan keinginan.
Sebelumnya, Kantor Kementerian Dalam Negeri diserang sekelompok massa yang mengatasnamakan pendukung calon Bupati Tolikara, Papua John Tabo dan Barnabas Weya.
Awalnya, puluhan orang itu menggelar aksi unjuk rasa di kantor Kemendagri sejak Rabu pagi, menuntut Mendagri Tjahjo Kumolo mengesahkan pasangan John Tabo-Barnabas Weya.
John Tabo dan Barnabas kalah suara dalam Pilkada Tolikara 2017. Keduanya lantas mengajukan gugatan ke MK atas sengketa hasil Pilkada namun tetap tidak menang.
Baca Juga: Dirazia, 'Emak-Emak' PNS Ini Malah Tabrak dan Memaki Polisi
Namun, para pendukung John Tabo-Narnabas tetap mendesak Mendagri mengesahkan keduanya, dengan melakukan aksi unjuk rasa yang berakhir pada peristiwa perusakan kantor Kemendagri.
Sejatinya, Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri serta Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri bersedia menerima perwakilan massa pada Rabu siang, untuk berdialog, namun mereka menolak.
Mereka menyatakan ingin bertemu langsung Mendagri Tjahjo Kumolo yang pada saat itu sedang bertugas di luar kantor.
Akhirnya perwakilan massa kembali ke kelompoknya dan berteriak memprovokasi hingga terjadi tindakan perusakan.