Jokowi Harus Hati-hati, Prabowo Berpeluang Menang di Pilpres 2019

Rabu, 11 Oktober 2017 | 19:54 WIB
Jokowi Harus Hati-hati, Prabowo Berpeluang Menang di Pilpres 2019
Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum DPP Partai Gerakan Indonesia Raya Prabowo Subianto (kanan) di teras belakang Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (17/11). (Antara)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Presiden Joko Widodo harus hati-hati dengan Prabowo Subianto jika ingin menang kembali pada pemilihan presiden tahun 2019 nanti. Sebab, elektabilitas Ketua Umum Partai Gerindra itu tetap mengejar Jokowi, meski tak melakukan aktivitas kampanye kepada masyarakat.

"Saya tertarik itu justru elektabilitas Prabowo, karena Prabowo itu elektabilitasnya dibilang buruk tidak, karena dia sama sekali dari tahun 2014 tidak melakukan kampanye secara sistematik, dia lebih banyak berdiam diri di kediamnnya, tapi toh dia masih mendapat dukungan kisaran 19-31 persen tergantung simulasinya seperti apa," kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi di Kantornya, Jalan Cikini V, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (11/10/2017).

Burhanuddin mengatakan angka tersebut berdasarkan simulasi dua calon yang siap maju pada Pilpres 2019. Dalam simulasi tersebut, Prabowo dihadapkan dengan Presiden Jokowi yang mendapatkan dukungan suara 58,9 persen.

Baca Juga: Mayoritas Publik Puas Kinerja Jokowi, Tapi Bukan Jaminan di 2019

"Sementara ini, Jokowi unggul dalam simulasi head to head, tapi elektabilitas Prabowo tak bisa diremehkan, mengingat selama tiga tahun terakhir Prabowo belum melakukan aktivitas sosialisasi secara memadai," katanya.

Burhanuddin menilai angka tersebut menunjukkan Prabowo bisa mengalahkan Jokowi pada Pilpres 2019.

"Dengan kisaran elektabilitas konsisten di bawah presiden Jokowi, menurut saya ini indikator yang menunjukkan Jokowi punya kompetitor yang relatif kuat meskipun berasal dari rival lama, karena Prabowo masih berhasil menjaga basis massanya. Terlepas dari kenyataan bahwa Prabowo selama tiga tahun tidak semasif terutama dalam mengunjungi konstituen dalam melakukan safari politik, karena tidak ada momen kampanye dan seterusnya," kata Burhanuddin.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI