Tren dukungan masyarakat terhadap Partai Golkar dan PDI Perjuangan menurun setelah mereka mendukung panitia khusus angket terhadap KPK. Menurut survei, dukungan terhadap Golkar semula 16, 1 persen sekarang menurun menjadi 12 persen, sedangkan PDI Perjuangan dari 27 persen merosot menjadi 23, 8 persen.
"PDIP sama Golkar dihukum sebenarnya, karena trennya turun, meskipun tidak anjlok sangat signifikan tapi turun dari sebelumnya," kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi di di Jalan Cikini V, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (11/10/2017).
Tren negatif terhadap kedua partai terjadi karena publik menganggap pansus angket membawa misi melemahkan kewenangan KPK.
"Meskipun saya pribadi memandang KPK masih banyak PR (Pekerjaan Rumah). Kritikan dari sebagian anggota pansus, justified, tetapi ketika ada hal-hal lain (untuk melemahkan KPK), masyarakat juga tahu," katanya.
Tetapi tren terhadap elektabilitas Presiden Joko Widodo tidak terpengaruh, meskipun kedua partai merupakan pendukung pemerintah. Sebaliknya, tingkat elektabilitas Jokowi meningkat. Menurut Burhanuddin hal tersebut menunjukkan masyarakat memposisikan Jokowi berbeda dengan Golkar dan PDI Perjuangan.
"Artinya pemilih melakukan proses diasosiasi antara Jokowi dengan PDIP sendiri dan Golkar. Dan ketika partai pendukung pak Jokowi sangat konsentatif berhadapan dengan KPK, publik itu melakukan diasosiasi, mengganggap Pak Jokowi itu tidak bagian dari dua partai utama pendukungnya yang selalu menjadi aktif dan vokal dalam pansus KPK," kata Burhanuddin.
Survei yang dilakukan lembaga Indikator Politik Indonesia periode 17-24 September 2017 menunjukkan mayoritas responden puas dengan kinerja pemerintah Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
Burhanuddin menyebutkan dari 1.220 responden yang disurvei, 68,3 persen menyatakan puas dan 7,95 persen sangat puas.
"Yang mengaku cukup puas ada 60,39 persen. Yang kurang puas ada 27,23 persen, dan tidak puas sama sekali hanya ada 2,26 persen," kata Burhanuddin.
"PDIP sama Golkar dihukum sebenarnya, karena trennya turun, meskipun tidak anjlok sangat signifikan tapi turun dari sebelumnya," kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi di di Jalan Cikini V, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (11/10/2017).
Tren negatif terhadap kedua partai terjadi karena publik menganggap pansus angket membawa misi melemahkan kewenangan KPK.
"Meskipun saya pribadi memandang KPK masih banyak PR (Pekerjaan Rumah). Kritikan dari sebagian anggota pansus, justified, tetapi ketika ada hal-hal lain (untuk melemahkan KPK), masyarakat juga tahu," katanya.
Tetapi tren terhadap elektabilitas Presiden Joko Widodo tidak terpengaruh, meskipun kedua partai merupakan pendukung pemerintah. Sebaliknya, tingkat elektabilitas Jokowi meningkat. Menurut Burhanuddin hal tersebut menunjukkan masyarakat memposisikan Jokowi berbeda dengan Golkar dan PDI Perjuangan.
"Artinya pemilih melakukan proses diasosiasi antara Jokowi dengan PDIP sendiri dan Golkar. Dan ketika partai pendukung pak Jokowi sangat konsentatif berhadapan dengan KPK, publik itu melakukan diasosiasi, mengganggap Pak Jokowi itu tidak bagian dari dua partai utama pendukungnya yang selalu menjadi aktif dan vokal dalam pansus KPK," kata Burhanuddin.
Survei yang dilakukan lembaga Indikator Politik Indonesia periode 17-24 September 2017 menunjukkan mayoritas responden puas dengan kinerja pemerintah Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
Burhanuddin menyebutkan dari 1.220 responden yang disurvei, 68,3 persen menyatakan puas dan 7,95 persen sangat puas.
"Yang mengaku cukup puas ada 60,39 persen. Yang kurang puas ada 27,23 persen, dan tidak puas sama sekali hanya ada 2,26 persen," kata Burhanuddin.