Che Guevara, Sohib Kental Bung Karno yang Mati saat 'Blusukan'

Reza Gunadha Suara.Com
Rabu, 11 Oktober 2017 | 12:33 WIB
Che Guevara, Sohib Kental Bung Karno yang Mati saat 'Blusukan'
Che Guevara. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Blusukan Membawa Maut

Setelah berhasil meruntuhkan Batista di Kuba, Guevara sempat ditunjuk Fidel Castro mengisi pos sejumlah kementerian. Namun, Che memunyai pemikiran berbeda. Ia ingin kembali membantu negara-negara dunia ketiga lainnya melakukan revolusi nasional.

Jon Lee Anderson, penulis biografi definitif "Che Guevara: A Revolutionary Life" tahun 1997, mengatakan kepada Guardian, terkadang itikad Che tersebut terkesan naif.

"Kalau dipikir-pikir lagi, Anda bisa merasakan kenaifan tertentu; idealisme yang hampir kasar, " kata Jon Lee Anderson.

Baca Juga: Aiman Sebut Donald Fariz Tak Sebut Nama Aris Budiman

Namun, Che tetap kukuh membantu rakyat di negeri lain untuk merdeka, seperti yang dilakukannya untuk Kuba.

Ia lantas mencoba masuk ke Kongo tahun  1965. Namun, upayanya untuk masuk dan membantu perjuangan anti-kolonial rakyat Kongo kala itu gagal.

Setelahnya, Che memutuskan untuk pergi ke Bolivia. Niatnya ke sana juga sama saja, menciptakan revolusi.

Namun, Che dan 47 pengikutnya menemui kendala berat segera setelah tiba di daerah Ñancahuazú yang tandus dan berduri. Mereka kehilangan kontak radio dengan Kuba, sehingga segala pasokannya merosot. Mereka juga diganggu penyakit dan ”serangga setan”.

Sementara dalam kelompok gerilyawan yang dibentuknya, terjadi friksi antara pejuang Bolivia dan rekan-rekan Che dari Kuba. Gerilyawan Bolivia seringkali marah kalau mendapat perintah dari kawannya yang merupakan orang Kuba.

Baca Juga: Kasus Novel Baswedan Delay, Fahri: Ada Banyak yang Seperti Itu

Mereka juga mencoba menarik simpati kaum petani setempat. Namun, simpati itu sirna setelah pemerintah Bolivia yang didukung AS gencar mempropagandakan rasa takut terhadap "orang-orang asing bersenjata" untuk merujuk Che dan rekan-rekan Kuba-nya.

AS yang sudah lama mengincar nyawa Che segera mengirim agen CIA dan penasihat militer untuk membantu rezim diktator Bolivia René Barrientos.

Pada tanggal 31 Agustus, sebuah penyergapan tentara menyapu bersih separuh pasukan Che. Sisanya berjalan dengan susah payah ke arah pegunungan dalam usaha putus asa untuk keluar dari jebakan.

Che, yang juga harus melawan asma kambuhannya, mengendarai keledai menuju desa terpencil di La Higuera. Seorang petani yang takut setelah menerima propaganda pemerintah, melaporkannya ke militer.

Setelahnya bisa ditebak, militer Bolivia mengepung Che dan sempat kontak senjata. Satu peluru menghancurkan laras karabin Che.

 Dalam kondisi terluka, Che akhirnya menyerahkan diri kepada  batalyon yang dilatih oleh pasukan khusus AS, Green Barets. Penyerahan diri Che diterima seorang kapten yang kala itu berusia 28 tahun, Gary Prado.

"Jangan tebak, aku Che. Aku lebih berharga untukmu kalau hidup," kata Guevara kepada Prado saat itu.

Ketika diwawancarai Guardian, Prado mengenang peristiwa tersebut.

"Saya merasa kasihan karena dia terlihat sangat miskin, sangat lelah, sangat kotor," kata Prado. "Anda tidak bisa merasakan dia adalah pahlawan, tidak mungkin."

Prado saat itu menangkap Che dan seorang kompatriotnya, Simeón “Willy” Cuba Sarabia. Willy adalah orang yang memapah Che ke La Higuera.

"Aku sempat memberikan Che makanan, kopi, dan rokok. Kami memperlakukannya dengan penuh rasa hormat. Entah kenapa, saat itu tak ada niat kami memerangi atau membunuhnya, meski dia sudah membunuh tentara," tutur Prado.

Prado menceritakan, Che sempat bertanya apa yang bakal dilakukan tentara terhadap dirinya. Prado lantas menjawab, Che akan dibawa ke pengadilan di Kota Santa Cruz untuk diadili.

"Saat itu ia senang, karena melalui pengadilan, ia merasa bisa mengutarakan ide-idenya mengenai pembebasan rakyat Bolivia," jelas Prado.

Namun, peradilan itu tak pernah terjadi. "Beberapa hari kemudian, aku mendapat perintah berbeda, yakni membunuhnya," imbuh Prado.

Seorang sersan berusia 27 tahun, Mario Terán, mengajukan diri sebagai algojo kematian Che. Detik-detik selanjutnya terdengar dua semburan tembakan senapan mesin.

Setelah ditembak, jasad Che sempat dibawa memakai helikopter ke kota untuk dipamerkan kepada pers internasional. Selanjutnya, jasadnya dikubur di pemakaman tak bernama. 30 Tahun sejak peristiwa itu, makam Che baru terungkap.

Baca warisan Che Guevara di halaman 3

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI