Suara.com - Komunitas wartawan Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, unjuk rasa mengangkat isu menolak kekerasan terhadap profesi jurnalis, Rabu (11/10/2017).
Aksi unjuk rasa dilakukan di Alun-alun Kudus. Mereka membawa poster bertuliskan: "stop kekerasan terhadap wartawan, hargai pers, cukup istriku yang galak, aparat jangan, kami dilindungi undang-undang."
Aksi tersebut merupakan bentuk keprihatinan para jurnalis di Kabupaten Kudus atas kekerasan yang dialami wartawan yang bertugas mencari berita di Kabupaten Banyumas.
"Kami berharap, kasus kekerasan terhadap wartawan tidak terulang," kata Ketua Persatuan Wartawan Indonesia Kudus Saiful Anas dikutip dari Antara.
Ia mengatakan aksi ini merupakan bentuk keprihatinan wartawan di Kudus atas kasus kekerasan yang dialami wartawan di Banyumas. Wartawan yang melakukan tugas peliputan tentu berpegang pada Undang-Undang Pers dan kode etik jurnalistik.
Ia menuntut pelaku kekerasan terhadap wartawan di Banyumas dihukum.
Wartawan Kudus mengutuk keras penganiayaan dan upaya menghalangi tugas jurnalis yang diduga dilakukan oknum petugas kepolisian dan Satpol PP.
Sementara itu, Kepala Satpol PP Kudus Djati Solechah yang ikut hadir pada aksi wartawan di Alun-alun Kudus mengatakan selama ini komunikasi dengan wartawan di Kudus cukup bagus.
"Kondisi tersebut tentu akan dilanjutkan," ujarnya.
Ia berharap di Kudus tidak ada kasus kekerasan seperti yang terjadi di Banyumas
Aksi di Kalteng
PWI Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, mengecam kekerasan yang dilakukan anggota polisi dan Satuan Polisi Pamong Praja di Banyumas.
"Tidak boleh ada siapapun yang mengalami tindak kekerasan di negeri ini. Hukum kita melindungi setiap orang untuk menyampaikan pendapat, hukum juga melindungi wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistiknya," kata Duito Susanto, salah seorang anggota PWI Kotawaringin Timur.
Anggota PWI Kotawaringin Timur unjuk rasa di depan Balai Mentaya Sekretariat PWI Kotawaringin Timur di Jalan Achmad Yani Sampit. Mereka berorasi bergantian sambil membentangkan poster berisi tulisan kecaman terhadap pelaku kekerasan kepada wartawan.
Aksi brutal seperti itu tidak bisa dibiarkan, katanya. Selain merupakan tindak kejahatan, aksi itu juga menjadi ancaman bagi kebebasan pers dan hak publik mendapatkan informasi, padahal wartawan dalam menjalankan tugasnya dilindungi oleh undang-undang.
Penganiayaan terhadap wartawan di Banyumas terjadi pada Senin (9/10.2017) malam lalu saat mereka meliput demonstrasi di depan Pendapa Sipanji. Satu wartawan menjadi korban penganiayaan, yakni Darbe Tyas, jurnalis Metro TV. Sedangkan empat jurnalis lain mengalami intimidasi dan perampasan atribut dokumentasi, mereka antara lain Agus Wahyudi (Suara Merdeka), Aulia El Hakim (Satelit Post), Maulidin Wahyu (Radar Banyumas) dan Dian Aprilianingrum (Suara Merdeka).
Ketua PWI Kotawaringin Timur Andri Rizky Agustian mengatakan kekerasan terhadap wartawan dimanapun harus disikapi. Jangan sampai kejadian seperti itu menjadi preseden buruk yang terus berulang akibat lemahnya sanksi terhadap para pelaku.
"Seharusnya wartawan dijadikan mitra yang saling mendukung. Di Kotawaringin Timur, hubungan wartawan dengan polisi dan polisi pamong praja berjalan baik karena sama-sama menghormati dan menghargai tugas masing-masing," kata Andri.
Sementara itu, aksi unjuk rasa berjalan tertib di bawah pengaman Polres Kotawaringin Timur. Aksi ini menjadi perhatian masyarakat yang melintas di Jalan Achmad Yani Sampit.
"Alhamdulillah selama ini hubungan dan kerjasama antara Polres dengan PWI Kotawaringin Timur berjalan baik dan harmonis. Kita saling menghargai profesi masim-masing. Yang penting komunikasi berjalan baik sehingga tidak sampai terjadi permasalahan," kata Kepala Satuan Pembinaan Masyarakat Polres Kotawaringin Timur, AKP Joko M Kusaini yang turut memantau jalannya unjuk rasa.
Semua pihak diminta memahami tugas wartawan dalam mencari dan membuat berita. Wartawan dalam menjalankan tugasnya dilindungi Undang-Undang Nomor 40/1999 tentang Pers.