Suara.com - Kebohongan Dwi Hartanto, mahasiswa doktoral di Technisse Universiteit Delft Belanda sudah terbongkar. Dia mengaku mempunyai prestasi segudang dan mengklaim sebagai ilmuan hebat.
Hartanto akhirnya mau mengakui kebohongan mengenai sejumlah klaimnya ke hadapan publik, setelah sejumlah ilmuwan melakukan investigasi mandiri tentang klaim-klaim pemuda itu.
Nama Dwi benar-benar mencuat dan menjadi buah bibir di kalangan ilmuwan maupun warga Indonesia pada akhir tahun 2016. Kala itu, ia menjadi peserta acara Visiting World Class Professor yang digelar Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI dengan Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional.
Dwi dalam sejumlah kesempatan wawancara kepada media maupun acara televisi di Indonesia mengakui masih berusia 28 tahun. Ternyata ia sudah berusia 35 tahun. Ia lahir pada 13 Maret 1982.
Baca Juga: Dwi Hartanto 'The Next Habibie' Manipulasi Cek Demi Berbohong
Pemuda itu sempat mengumbar jati diri sebagai post-doctoral Asistent Professor aerospace di Technische Universiteit (TU) Delft. Predikat itu ia dapatkan karena dirinya fokus meneliti teknologi satelit dan pengembangan roket.
Sebenarnya bagaimana jenjang karier atau kelilmuan seorang dosen ataupun peneliti?
Profesor asal Universitas Chiba Jepang, Josaphat Tetuko Sri Sumantyo memberikan gambaran perjalanan seorang ilmuan di Jepang. Ternyata tidak mudah dan cepat mendapatkan gelar akademik. Kiprah Josh pernah diangkat oleh suara.com di rublik wawancara khusus awal tahun 2017 ini.
Kali ini, Josh menuliskan gambaran karier ilmuan di Jepang lewat akun Facebook pribadinya.
Berikut ulasannya:
Baca Juga: Inilah Deretan Kebohongan Dwi Hartanto sang Ilmuwan "Abal-abal"
Jenjang Karier Peneliti