Komisi Pemberantasan Korupsi sudah menerima hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan tentang kerugian negara yang diakibatkan penerbitan Surat Keterangan Lunas kepada pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia tahun 2004.
"KPK telah menerima hasil audit investigatif tertanggal 25 Agustus 2017. Dari laporan tersebut nilai kerugian keuangan negara sebesar Rp4,58 triliun dari total kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada BPPN sebesar Rp4,8 triliun," kata juru bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (9/10/2017).
Hasil audit investigatif BPK menunjukkan indikasi penyimpangan dalam pemberian SKL pada BDNI, yaitu: SKL tetap diberikan walaupun belum menyelesaikan kewajiban atas secara keseluruhan.
"Nilai Rp4,8 triliun terdiri dari: Rp1,1 triliun yang dinilai suistainable dan ditagihkan kepada petani tambak, sedangkan Rp3,7 triliun tidak dilakukan pembahasan dalam proses restrukturisasi yang menjadi kewajiban obligor yang belum ditagihkan," katanya.
Febri menambahkan dari nilai Rp1,1 triliun, kemudian dilelang Pusat Pemulihan Aset dan didapatkan Rp220 miliar.
"Sisanya Rp4,58 triliun menjadi kerugian negara," kata Febri.
Sebelumnya, KPK menduga kerugian negara yang disebabkan oleh kasus BLBI hanya Rp3,7 triliun. Ternyata angka tersebut bertambah 0,88 triliun sehingga menjadi Rp4,58 triliun.
Dalam kasus ini, KPK sudah menetapkan bekas Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Tumenggung menjadi tersangka.
"KPK telah menerima hasil audit investigatif tertanggal 25 Agustus 2017. Dari laporan tersebut nilai kerugian keuangan negara sebesar Rp4,58 triliun dari total kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada BPPN sebesar Rp4,8 triliun," kata juru bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (9/10/2017).
Hasil audit investigatif BPK menunjukkan indikasi penyimpangan dalam pemberian SKL pada BDNI, yaitu: SKL tetap diberikan walaupun belum menyelesaikan kewajiban atas secara keseluruhan.
"Nilai Rp4,8 triliun terdiri dari: Rp1,1 triliun yang dinilai suistainable dan ditagihkan kepada petani tambak, sedangkan Rp3,7 triliun tidak dilakukan pembahasan dalam proses restrukturisasi yang menjadi kewajiban obligor yang belum ditagihkan," katanya.
Febri menambahkan dari nilai Rp1,1 triliun, kemudian dilelang Pusat Pemulihan Aset dan didapatkan Rp220 miliar.
"Sisanya Rp4,58 triliun menjadi kerugian negara," kata Febri.
Sebelumnya, KPK menduga kerugian negara yang disebabkan oleh kasus BLBI hanya Rp3,7 triliun. Ternyata angka tersebut bertambah 0,88 triliun sehingga menjadi Rp4,58 triliun.
Dalam kasus ini, KPK sudah menetapkan bekas Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Tumenggung menjadi tersangka.