Suara.com - Dwi Hartanto, mahasiswa doktoral di Technisse Universiteit Delft Belanda, yang selama ini disebut-sebut sebagai penerus Bacharuddin Jusuf Habibie terkait kejeniusan dan keahlian di bidang teknologi serta kerdirgantaraan, ternyata merupakan kebohongan besar.
Hartanto akhirnya mau mengakui kebohongan mengenai sejumlah klaimnya ke hadapan publik, setelah sejumlah ilmuwan melakukan investigasi mandiri tentang klaim-klaim pemuda itu.
Surat pengakuan sekaligus pernyataan maaf Hartanto dipublikasikan melalui laman daring Perhimpuan Pelajar Indonesia (PPI) Delft, Sabtu (7/10) akhir pekan lalu, dan menggemparkan jagad keilmuwan maupun warga Indonesia.
Baca Juga: Terkuak! Aksi Tolak Kemerdekaan Catalonia Digelar Kelompok Fasis
"Saya mengucapkan permohonan maaf sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah dirugikan atas tersebarnya informasi-informasi (oleh dirinya) yang tidak benar terkait dengan pribadi, kompetensi, dan prestasi saya," tulis Dwi dalam surat bermaterai tersebut.
Nama Dwi benar-benar mencuat dan menjadi buah bibir di kalangan ilmuwan maupun warga Indonesia pada akhir tahun 2016.
Kala itu, ia menjadi peserta acaraVisiting World Class Professor yang digelar Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI dengan Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional.
Dalam acara itu yang dihadiri lebih dari 40 ilmuwan maupun peneliti diaspora Indonesia dari berbagai belahan dunia itu, Dwi Hartanto mengutarakan klaim-klaimnya yang membuat banyak orang terperangah. Tak pelak, ia disebut sebagai “penerus BJ Habibie”.
Berikut daftar klaim Dwi Hartanto yang ternyata hanya kebohongan:
Baca Juga: Geger Maling Kuburan, Tali Pocong dan Gelu Jenazah Aminah Raib
Mengaku lulusan Tokyo University
Dwi sejak lama mengumbar biodata diri bahwa ia merupakan lulusan ilmu sains Tokyo University, yang sangat bergengsi di dunia.
Ternyata, melalui surat pernyataan maaf itu, Dwi mengakui ia hanya lulusan Institut Sains dan Teknologi AKPRIND Yogyakarta. Di institut itu, ia tercatat sebagai mahasiswa program studi Teknik Informatika di Fakultas Teknologi Industri. Dia lulus tahun 2005.
Korupsi Umur
Dwi dalam sejumlah kesempatan wawancara kepada media maupun acara televisi di Indonesia mengakui masih berusia 28 tahun. Ternyata ia sudah berusia 35 tahun. Ia lahir pada 13 Maret 1982.
Mengaku Posdoktoral Asisten Profresor Aerospace TU Delft
Pemuda itu sempat mengumbar jati diri sebagai post-doctoral Asistent Professor aerospace di Technische Universiteit (TU) Delft. Predikat itu ia dapatkan karena dirinya fokus meneliti teknologi satelit dan pengembangan roket.
Faktanya, dia Cuma mahasiswa doktoral biasa di TU Delft. Penelitiannya juga bukan soal satelit atau roket, tapi intelligent systems. Dia menulis disertasi tentang virtual reality.
Mengaku perancang satelit dan roket... halaman 2
Mengaku perancang Satelit dan Roket
Dwi pernah mengakui kepada media massa di Indonesia merancang Satellite Launch Vehicle dan roket yang dinamakan The Apogee Ranger versi 7s (TARAV7s).
“Sebenarnya, saya hanya pernah menjadi anggota dari tim mahasiswa yang merancang salah satu subsistem embedded flight computer untuk roket Cansat V7s milik DARE (Delf Aerospace Rocker Engineering), yang merupakan bagian dari kegiatan roket mahasiswa di TU Delft,” demikian pengakuan Dwi melalui pernyataan tertulisnya.
Tak hanya itu, proyek itu juga ternyata bukan dibiayai Kementerian Pertahanan Belanda, ataupun lembaga kedirgantaraan serta antariksa Belanda seperti yang diklaimnya. Tim mahasiswa itu melakukan perancangan proyek roket amatir.
Ketika menjadi bintang tamu acara talkshow terkenal di salah satu stasiun televisi swasta nasional, Dwi mengklaim roketnya itu bakal dipakai pada stasiun luar angkasa internasional. Ia sendiri mengklaim menjabat sebagai direktur teknik. Ternyata, semua itu bohong.
Mengaku juara lomba kalahkan peneliti NASA... halaman 3
Mengaku Menang Riset Kalahkan Peneliti NASA
Dwi pernah mengakui diri sebagai juara lomba penelitian tekonologi antarlembaga kedirgantaraan dan antariksa di seluruh dunia. Lomba itu digelar di Cologne, Jerman.
Dengan demikian, Dwi mampu mengalahkan peneliti-peneliti NASA Amerika Serikat, periset lembaga antariksawan Eropa, Jepang, dan lainnya.
Ternyata, lagi-lagi, klaimnya itu bohong. Dwi akhirnya mengakui Cuma menang dalam bidang riset Spacecraft Technology. Lagipula lomba ini juga diikuti oleh tim, bukan Dwi seorang diri.
"Saya mengakui secara jujur kesalahan dan kekhilafan serta ketidakdewasaan saya, yang berakibat terjadinya distorsi informasi atau manipulasi fakta yang sesungguhnya secara luas yang melebih-lebihkan kompetensi dan prestasi saya. Saya sangat berharap dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya," tulis Dwi dalam surat pernyataan.