Suara.com - Hadiah Nobel Perdamaian 2017 dianugerahkan kepada ICAN, sebuah kelompok yang memperjuangkan pelarangan senjata-senjata nuklir di seluruh dunia, demikian diumumkan Komite Nobel pada Jumat (9/10/2017) di Oslo, Norwegia.
International Campaign to Abolish Nuclear Weapons (ICAN) dinilai pantas menerima hadiah bergengsi itu karena mereka berhasil mendorong lahirnya sebuah kesepakatan internasional yang berisi pelarangan atas senjata nuklir.
"Kita hidup di dunia di saat risiko penggunaan senjata nuklir lebih besar ketimbang sebelumnya," kata Berit Reiss-Andersen, ketua Komite Nobel, ketika mengumumkan penerima Nobel Perdamaian 2017.
Ia menyebut isu senjata nuklir Korea Utara sebagai salah satu contoh dari risiko penggunaan senjata nuklir itu.
Pada Juli lalu, setelah ditekan oleh ICAN, sebanyak 122 negara mendukung sebuah kesepakatan yang digagas oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa yang berisi pelarangan dan penghancuran semua senjata nuklir di dunia.
Sayang, kesepakatan itu tak didukung oleh sembilan negara pemilik senjata nuklir di dunia seperti Rusia, Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Cina, Pakistan, India, Israel, dan Korea Utara.
ICAN, yang merupakan koalisi dari sekitar 100 lembaga swadaya masyarakat di seluruh dunia, kini berusia 10 tahun dan bermarkas di Jenewa, Swiss.
Direktur eksekutif ICAN, Beatrice Fihn, mengatakan pihaknya terkejut atas pengumuman itu. Meski demikian ia menegaskan bahwa Nobel Perdamaian 2017 ini merupakan sinyal bahwa karya-karya ICAN "diperlukan dan dihargai".
"Hukum perang mengatur bahwa kita tak bisa menyasar warga sipil. Sementara senjata nuklir dirancang untuk membunuh warga sipil; untuk melenyapkan kota-kota di dunia," kata dia.
Ketika ditanya, apakah ia punya pesan khusus untuk pemimpin Korut, Kim Jong-un dan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump yang pernah mengancam akan melenyapkan Korut, Fihn mengatakan bahwa kedua orang itu harus sadar bahwa senjata nuklir kini ilegal.
"Senjata nuklir adalah ilegal. Mengancam akan menggunakan senjata nuklir juga ilegal. Memiliki dan mengembangkan senjata nuklir adalah ilegal. Mereka harus berhenti," tegas dia.
Dua hari sebelumnya Fihn dalam akun Twitter-nya menyebut Trump sebagai "orang tolol". Ia mengaku bahwa kecaman itu ditulis ketika membaca berita bahwa bahkan Menteri Luar Negeri AS, Rex Tillerson, menggunakan kata yang sama untuk menggambarkan Trump.
Tetapi dia menegaskan bahwa karakter Trump yang meledak-ledak justru menunjukkan betapa pentingnya pelarangan senjata nuklir di dunia, apa lagi jika dikuasai oleh pemimpin seperti Trump.
"Seseorang yang bisa Anda pancing hanya dengan sebuah tweet untuk mengambil keputusan irasional dan menolak masukkan para pakar, menunjukkan arti sebenarnya dari senjata nuklir. Tak ada tangan yang tepat untuk senjata yang salah," ujar dia. (Reuters/BBC)
Nobel Perdamaian 2017 untuk Organisasi Antisenjata Nuklir
Liberty Jemadu Suara.Com
Sabtu, 07 Oktober 2017 | 07:44 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
BERITA TERKAIT
Mengapa Tidak Ada Ilmu Bumi di Kategori Penghargaan Nobel?
25 Desember 2024 | 09:44 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI