Suara.com - Momentum HUT TNI yang ke 71, kata anggota Komisi I DPR dari Fraksi PKS Sukamta, harus menempatkan kekuatan militer Indonesia menjadi perhatian serius. Berdasarkan data Global Fire Power, dari tahun ke tahun, kekuatan militer negeri ini semakin baik, tetapi rankingnya menurun.
"Data GFP ranking kekuatan militer kita tahun 2012 berada pada posisi ke 22, dan tahun 2015 naik menjadi peringkat ke 19. Januari 2016 naik di posisi ke 12 dengan power index 0.52. Sementara pada tahun 2017, ranking GFP Indonesia menurun pada posisi ke 14 dengan power index 0.34," kata Sukamta di DPR, Jakarta, Kamis (5/10/2017).
Menurut Sukamta Indonesia lambat dalam hal peningkatan kekuatan militer dibanding negara-negara lain. Ini berarti ancaman terhadap Indonesia semakin meningkat.
"Oleh karena itu kuantitas dan kualitas unsur-unsur pertahanan perlu terus ditingkatkan. Kita terus berusaha meningkatkan alutsista TNI baik secara kuantitas maupun kualitas," ujar Sukamta.
Sukamta berharap melalui minimum essentials force kebutuhan alutsista tersebut dapat terpenuhi. Dari tahun ke tahun DPR terus mendorong agar anggaran untuk membeli serta memperbarui alutsista ditingkatkan.
Selain unsur alutsista, prajurit TNI sebagai salah unsur penting juga harus terus ditingkatkan kemampuan, integritas, kedispilinan serta kedekatannya dengan rakyat.
Secara kemampuan, Indonesia memiliki sejumlah pasukan elite khusus di masing-masing matra, seperti Kopassus dan Raider di AD, Paskhas dan Denbravo 90 di AU, Kopaska, Batalyon Intai Amfibi, dan Detasemen Jala Mangkara di Aangkatan Laut, yang memiliki kemampuan di atas rata-rata tentara reguler.
"Daya survival dan daya tempur pasukan elit kita diakui kehebatannya oleh negara-negara lain. Ini jadi kebanggaan tersendiri, tapi jangan membuat kita terlena, justru Indonesia harus terus meningkatkan kuantitas dan kualitasnya," kata Sukamta.
Jiwa prajurit TNI juga musti terus digembleng agar selalu memiliki integritas dan kedisiplinan yang tinggi. Sebab, masih sering kejadian kasus-kasus indisipliner oknum prajurit yang bertindak bertentangan dengan jiwa TNI. Ini menjadi pekerjaan rumah bagi Indonesia. Hal-hal seperti ini diharapkan tidak lagi terjadi ke depannya.
Para prajurit TNI juga perlu terus dipahamkan bahwa TNI ini lahir dari rahim rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Menurut Sukamta, TNI awalnya adalah Badan Keamanan Rakyat yang berubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat.
"Bagaimana dulu TNI lahir pada saat bangsa ini baru saja memproklamasikan kemerdekaannya serta mempertahankan kemerdekaan tersebut pada rentang waktu 1945-1949. Kita melihat saat itu TNI bersama rakyat berjuang mempertahankan kemerdekaan dari agresi militer Belanda I dan II dengan strategi perang gerilya," tutur Sukamta.
Kata dia, inilah yang memperkuat diplomasi Republik Indonesia di PBB sehingga membuat Belanda menyerah dan mengakui kemerdekaan Indonesia. Berkat kedekatan TNI dengan rakyat, serta perjuangan diplomasi para elit, kemerdekaan ini dapat dicapai secara penuh.
Sebab itu, para prajurit TNI harus bisa meneruskan kedekatan tersebut dengan menjadi pengayom dan pelindung rakyat bahkan saling bahu-membahu dan bekerja sama dalam mengisi kemerdekaan.
"Dengan demikian, jika SDM, alutsista, dan anggaran terus ditingkatkan baik kuantitas maupun kualitasnya melalui program renstra dan Minimum Essential Forces, kita harapkan kekuatan pertahanan Indonesia semakin baik dan bisa masuk 10 bahkan 5 besar kekuatan militer dunia pada masa yang akan datang," kata Sukamta.