Suara.com - Kehidupan sosial di apartemen dan rumah elite di DKI Jakarta menjadi hambatan utama dalam serapan imunisasi Measles-Rubella (MR). Kondisi itu memberikan efek domino dalam sebaran informasi tentang pentingnya imunisasi Campak dan Rubella bagi anak-anak di Indonesia.
Di Provinsi DKI Jakarta hingga Rabu (4/10/2017), cakupan imunisasi MR baru mencapai 91,06 persen. Jumlah itu masih belum memenuhi target yang dicanangkan pemerintah sebanyak 95 persen. Di wilayah DKI Jakarta sasaran imunisasi MR mencapai 2.446.569 anak.
Direktur Imunisasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr Jane Soepardi saat dikonfirmasi mengatakan, di DKI Jakarta saat ini sudah seperti hutan apartemen. Antartetangga rata-rata tidak saling mengenal, serta mereka tidak bisa menerima informasi adanya imunisasi secara mendalam.
"Makanya di apartemen serta rumah-rumah elite begitu susah percaya dan sangat individual, tidak mau berkelompok. Ini tentu jadi hambatan dalam mengerakan partisipasi mereka dalam imunisasi MR," ujar Jane, Rabu (4/10/2017).
Ia melanjutkan, problem tersebut sebenarnya bisa dipecahkan dengan pendekatan intensif yang dilakukan pada manajemen apartemen. Salah satu yang sudah berhasil menerapkan adalah Puskesmas Kelapa Gading Jakarta.
Dokter kepala puskesmas melakukan pendekatan intensif dengan pihak manajemen apartemen, sehingga capaiannya tinggi. "Informasi pun akhirnya bisa tersampaikan. Banyak penghuni apartemen yang akhirnya mau mengantarkan anaknya untuk imunisasi," jelasnya.
Jane juga menjelaskan, jadwal imunisasi MR yang digelar serentak di Pulau Jawa sepanjang Agustus hingga September, waktunya bertepatan dengan libur sekolah di Eropa, sehingga DKI Jakarta yang memiliki banyak sekolah internasional, murid-muridnya banyak yang berlibur ke luar negeri.
"Banyak siswa yang berlibur ke Eropa. Mereka pergi ke luar negeri di saat imunisasi MR digelar. Sementara mereka baru masuk sekolah lagi bulan Oktober," ungkapnya.
Perpanjangan waktu selama dua minggu ini diharapkan Jane bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Sehingga siswa yang dulunya pergi liburan atau kebetulan sakit, bisa segera diimunisasi MR.
"Tiap puskesmas saat ini juga sudah memiliki daftar nama warga di tiap-tiap wilayah. Mereka tinggal mendatangi satu per satu anak yang belum diimunisasi. Termasuk mereka yang tinggal di apartemen serta rumah-rumah elite," sambungnya.
Pemerintah menurut Jane menyadari pentingnya bertatap muka langsung dengan orang tua anak yang akan diimunisasi. Dengan pertemuan itu , diharapkan mereka akan bisa percaya dan memahanmi pentingnya imunisasi MR bagi masa depan anak kelak.
"Puskemasmas dan Posyandu kini harus bisa aktif mendekat ke kantong-kantong yang cakupan imunisasinya rendah. Ada pendekatan khusus yang harus dilakukan kalau ingin berhasil menyasar anak-anak di DKI," jelasnya.
Tahun ini, lanjut Jane, kampanye imunisasi di DKI Jakarta diakui lebih sulit dibanding imunisasi Polio tahun sebelumnya. Sebab, sekarang banyak bertebaran black campaign dan berita hoax dibandingkan dengan tahun lalu.
"Kalau sekarang berita negatifnya banyak sekali. Semoga dengan sisa waktu yang ada bisa mencakup semua anak di DKI Jakarta," imbuhnya.
Ditemui usai melakukan rapat dengan Kementerian Kesehatan, Kepala Perwakilan UNICEF untuk Jawa Arie Rukmantara mengatakan, tantangan di DKI Jakarta dalam penyelenggaraan imunisasi MR agak berbeda. Latar belakang sosial masyarakatnya lebih majemuk dan persebaran aktivitas orang tua dan anak juga lebih beragam, sehingga tidak mudah dijangkau.
"Kemajemukan dan karakter unik tantangan-tantangan di DKI ini memerlukan partisipasi semua pihak, bukan hanya Dinas Kesehatan, untuk menyukseskan program ini," jelasnya.
Arie juga mengungkapkan, pentingnya kepemimpinan di semua tingkat, gubernur, wali kota, camat, lurah dalam memastikan upaya melindungi anak Jakarta dari campak da rubella sukses. "Pendekatan kolaborasi multi-skateholders telah dilakukan oleh oleh Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Yogyakarta. Itu adalah model yang bagus dan modal sukses bagi keseluruhan Pulau Jawa. Saya yakin DKI bisa," ujarnya.