Suara.com - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi menggeledah kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara, Rabu (4/10/2017). Penggeledahan terkait dugaan suap penerbitan izin kuasa pertambangan eksplorasi dan eksploitasi serta izin usaha pertambangan operasi produksi dari pemerintahan Kabupaten Konawe Utara periode 2007-2014.
"Tim KPK hari ini sejak pukul 09.00-17.00 WITA melakukan penggeledahan di Kantor Bappeda Kabupaten Konawe Utara. Penggeledahan dilakukan di tiga tempat," kata juru bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (4/10/2017).
Dalam penggeledahan, kata Febri, penyidik menyita dokumen perizinan lingkungan hidup. Selain itu, penyidik juga dan memeriksa enam saksi.
"Sampai saat ini telah diperiksa enam orang saksi. Mulai bulan Oktober ini direncanakan mulai pemeriksaan saksi yang lain dan tersangka," kata Febri.
Aswad yang kini sudah dijadikan tersangka diduga menyalahgunakan kewenangan saat menjabat tahun 2007 hingga 2014 dengan menerbitkan izin kuasa pertambangan eksplorasi dan eksploitasi serta izin usaha pertambangan operasi produksi dari pemerintahan Kabupaten Konawe Utara.
"Setelah melakukan proses pengumpulan informasi dan data serta penyelidikan, maka setelah terpenuhi bukti permulaan yang cukup, KPK meningkatkan perkara ini ke tingkat Penyidikan dan menetapkan ASW sebagai tersangka," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (3/9/2017).
Aswad diduga menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam pemberian izin.
"Selain itu, ASW selaku Pejabat Bupati Konawe Utara periode 2007 2009 diduga telah menerima uang sejumlah Rp13 miliar dari sejumlah perusahaan yang mengajukan izin kuasa pertambangan kepada Pemkab Konawe Utara," kata Saut.
Negara terindikasi mengalami kerugian Rp2,7 triliun akibat kasus tersebut. Kerugian negara berasal dari penjualan hasil produksi nikel yang diduga diperoleh akibat proses perizinan yang melawan hukum.
Awal mula kasus ini ketika Aswad diangkat menjadi bupati pada 2007. Aswad kemudian diduga secara sepihak mencabut kuasa pertambangan milik PT. Aneka Tambang yang berada di Kecamatan Langgikima dan Kecamatan Molawe Kabupaten Konawe Utara. Padahal, potensi hasil tambang nikel di Konawe Utara dikelola beberapa perusahaan tambang dan secara mayoritas dikuasai ANTAM.
"Dalam keadaan masih dikuasai ANTAM, tersangka ASW selaku Pejabat Bupati Konawe Utara menerima pengajuan permohonan kuasa pertambangan eksplorasi dari delapan perusahaan dan kemudian menerbitkan 30 SK kuasa pertambangan eskplorasi. Dari proses tersebut, ASW diduga telah menerima sejumlah uang dari masing-masing perusahaan," kata Saut.
Saut mengatakan dari seluruh kuasa pertambangan eksplorasi yang diterbitkan, beberapa di antaranya telah diteruskan hingga tahap produksi dan melakukan penjualan ore nickel (ekspor) hingga tahun 2014.
Aswad disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP.