Suara.com - Koalisi Nasional Masyarakat sipil untuk Pelarangan Total Iklan Rokok menggugat iklan rokok di televisi. Gugatan itu dilayangkan ke Mahkamah Konstitusi lewat uji materil, Rabu (4/10/2017).
Mereka mengajukan Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara RI Tahun 2002 Nomor 139) Pasal 46 Ayat (3) huruf B dan huruf C, dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 166) Pasal 13 huruf B dan huruf C terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Para penggugat itu di antaranya Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah yang dalam hal ini diwakili oleh Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak, Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah yang dalam hal ini diwakili oleh Ketua Umum PP Nasyiatul Aisyiyah Diyah Puspitarini, Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah yang dalam hal ini diwakili oleh Ketua Umum PP Ikatan Pelajar Muhammadiyah Velandani Prakoso, Indonesia Institute for Social Development yang dalam hal ini diwakili oleh Ketua Dewan Penasehat Sudibyo Markus.
“Permohonan pengujian undang undang ini, diajukan dalam upaya menggugat mahkamah konstitusi dikarenakan hak konstitusional kami (pemohon) sebagai warga negara khususnya generasi muda merasa tidak terpenuhi dan terabaikan terkait dengan pembatasan Iklan rokok di media penyiaran,” kata perwakilan koalisi itu, Tri Ningsih dalam siaran persnya, Rabu siang.
Berikut alasan gugatan mereka:
Rokok adalah zat adiktif
Rokok adalah produk yang dibuat dari daun tembakau (nicotiana tabaccum) yang dari namanya jelas mengandung nikotin yang bersifat adiktif, yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi diri dan / atau masyarakat sekelilingnya. Sehingga harus ada pengendalian yang ketat dalam hal penyebarluasan dan konsumsinya, salah satunya adalah melarang iklan yang tidak mendidik.
Rokok sebagai produk legalnamun rokok bukan merupakan produk normal.
Rokok sebagai produk legal namun rokok bukan merupakan produk normal Karena rokok produk adalah produk yang dikenai cukai, yang artinya rokok merupakan produk berbahaya yang karenanya diposisikan bukan sebagai barang konsumsi normal yang dapat dipasarkan dan diedarkan secara bebas, melainkan harus diatur dan diawasi secara ketat sebagimana zat adiktif lain seperti halnya alkohol dan narkoba.
Inkonsistensi Peraturan antara rokok dengan zat adiktif lainnya
Dalam peraturan perundang-undangan terdapat inkonsistensi antara rokok dengan zat adiktif lainnya , jika minuman keras, NAPZA dan zat adiktif lainnya sudah jelas dilarang diiklankan di televisi, namun rokok masih diperbolehkan, meski dengan pembatasan waktu dan selama tidak menampilkan wujud rokok dan orang yang sedang merokok
Iklan Rokok merupakan strategi marketing menyamarkan dampak bahaya rokok
Pada mata rantai bisnis rokok sebagai produk olahan tembakau yang bersifat adiktif, iklan dan promosi produk rokok menjadi strategi utama dalam pemasaran rokok. Karena secara logika, rokok sebagai produk adiktif yang mengandung ribuan zat kimia yang berbahaya dimana penggunaannya dapat menyebabkan kesakitan serta berpotensi membunuh penggunanya membutuhkan strategi marketing yang dapat menyamarkan dampak bahaya produk rokok tersebut, sehingga dapat diterima oleh konsumen sebagai produk yang normal dan biasa-biasa saja.
Untuk menyamarkan bahaya penggunaan produk rokok, Strategi periklanan rokok tidak menawarkan produk rokok berupa batangan rokok yang tangible, melainkan melaksanakan strategi social marketing menjual produk yang intangible berupa kenikmatan (comfort) dari kandungan nikotin yang bersifat adiktif tersebut.dengan menampilkan rokok sebagai produk yang dikesankan keren, gaul, percaya diri, setia kawan, macho, dan lain sebagainya sehingga dapat diterima oleh konsumen sebagai produk yang normal.
Iklan dan Promosi Rokok mengancam hak hidup dan hak mempertahankan kehidupan
Iklan dan Promosi rokok mengancam hak hidup dan hak mempertahankan hidup karena dengan massif industry rokok mempengaruhi dan menjerat masyarakat, anak-anak dan remaja untuk mengkonsumsi rokok yang salah satunya melalui iklan dan promosi rokok. Padahal rokok adalah produk olahan tembakau yang bersifat adikitf dan penggunaannya dapat menimbulkan kesakitan dan kematian. Di Indonesia, kematian prematur akibat konsumsi rokok biasanya terjadi rata-rata 15 tahun sebelum umur harapan hidup tercapai.
Tahun 2013 diperkirakan dari 1.741.727 kematian karena semua sebab, 240.618 kematian disebabkan penyakit terkait tembakau. Rinciannya adalah 127.727 laki-laki dan 112.889 perempuan. Produk yang menimbulkan kesakitan dan kematian ini tetap dipasarkan dan diperkenalkan melalui iklan rokok di media penyiaran jika berdasarkan hal ini maka iklan rokok mengancam hak hidup dan hak mempertahankan kehidupanyang bertentangan dengan Pasal 28 A UUD 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya dan Pasal 28 I Ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun”
“Permohonan pengujian undang undang ini, adalah upaya menyelamatkan generasi bangsa, agar terhindar dari paparan iklan rokok yang dapat meningkatkan jumlah perokok anak dan remaja,” kata Tri Ningsih.