Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi resmi mengajukan perpanjangan permintaan pencegahan dan penangkalan (cekal) ke luar negeri terhadap Ketua DPR Setya Novanto dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi kartu tanda penduduk berbasis data elektronik.
"Kemarin, 2 Oktober 2017 ada surat dari KPK yang ditandatangani oleh Ketua KPK, isinya pencegahan pelarangan ke luar negeri atas nama Pak SN untuk kasus pengadaan KTP Elektronik," kata Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Umum Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Agung Sampurno di Jakarta, dikutip dari Antara, Selasa (3/10/2017).
Ia menimpali, "Pencekalan untuk enam bulan ke depan, jadi April 2018 jatuh temponya. Dengan demikian, maka surat pertama sudah gugur atau digantikan dengan surat yang baru."
KPK sudah sekali meminta permintaan cegah tangkal ke luar negeri untuk Setya Novanto,, yaitu pada 10 April 2017 dan akan habis masa berlakunya pada 10 Oktober 2017.
Ia dicegah tangkal ke luar negeri dalam kapasitasnya sebagai saksi proyek e-KTP.
Novanto tetap dicegah keluar negeri pasca-keputusan hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Cepi Iskandar pada 29 September 2017, yang mengabulkan gugatan praperadilan Novanto sehingga menyatakan bahwa penetapannya sebagai tersangka tidak sesuai prosedur.
Hakim berkesimpulan bahwa penetapan tersangka yang dilakukan oleh KPK tidak didasarkan pada prosedur dan tata cara UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KUHAP, dan SOP KPK.
Namun, KPK mempertimbangkan untuk mengeluarkan lagi surat perintah penyidikan (sprindik) untuk Setya Novanto.
KPK sudah menetapkan enam tersangka dalam kasus KTP-El, yang terbaru adalah Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo yang diumumkan pada 27 September 2017.
Anang Sugiana Sudihardjo diduga dilakukan bersama-sama dengan Setya Novanto, Andi Agusitnus alias Andi Narogong, Irman, serta Sugiharto dan kawan-kawan. Anang S Sudihardjo diduga berperan dalam penyerahan uang terhadap Novanto dan sejumlah anggota DPR RI melalui Andi Agustinus alias Andi Narogong terkait dengan proyek e-KTP.
KPK menduga Anang membantu penyediaan uang tambahan untuk bantuan hukum Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri sebesar Rp2 miliar dan kebutuhan lainnya terkait dengan proses proyek e-KTP serta menyiapkan uang sejumlah 500 ribu dolar AS dan Rp1 miliar untuk diserahkan kepada anggota Komisi II DPR Miryam S. Haryani.