Suara.com - Mahkamah Agung menegaskan putusan praperadilan kasus Setya Novanto merupakan tanggung jawab mutlak hakim pemutus perkara tersebut.
"Baik ketua pengadilan tingkat banding maupun pimpinan Mahkamah Agung sama sekali tidak boleh intervensi," ujar Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah, dikutip dari Antara, Selasa (3/10/2017).
Hal itu disampaikan Abdullah menanggapi kontroversi putusan praperadilan yang diajukan Setya Novanto atas penetapan dirinya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Abdullah juga menegaskan, bagaimanapun putusan hakim atau majelis hakim menjadi tanggung jawab mutlak yang bersangkutan dan tidak ada hubungan dengan ketua pengadilan yang bersangkutan, atau ketua pengadilan tingkat banding maupun Pimpinan MA.
Baca Juga: Pedrosa Ungkap Plus Minus Jadi Rekan Setim Marquez
"Mahkamah Agung menghormati apa yang telah diputuskan oleh hakim pengadilan negeri Jakarta Selatan atas praperadilan Setya Novanto," kata Abdullah.
Lebih lanjut, Abdullah mengatakan, bahwa ketua pengadilan telah melakukan pembinaan dan pengawasan agar tidak terjadi penyalahgunaan atau pelanggaran etika hakim.
Kendati demikian dalam porsi pengawasan, MA tidak bisa masuk ke dalam substansi perkara, karena setiap hakim memiliki independensi yang harus dihormati termasuk oleh MA sendiri.
"Namun jika memang terindikasi ada pelanggaran etika, maka hakim yang bersangkutan akan diperiksa terkait dengan indikasi pelanggarannya," tegas Abdullah.
Gugatan praperadilan Setya Novanto dikabulkan Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Cepi Iskandar, pada 29 September lalu. Dengan begitu, penetapan ketua DPR itu sebagai tersangka oleh KPK sudah gugur.
Baca Juga: Legenda MotoGP: Dovizioso Bukan Levelnya Marquez
Cepi berkesimpulan, penetapan tersangka yang dilakukan KPK tidak didasarkan pada prosedur dan tata cara UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KUHAP, dan SOP KPK.