Suara.com - Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat menjelaskan belum disahkannya Rancangan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan Jakarta tahun 2017.
Seharusnya, Raperda APBD-P 2017 disahkan dalam Rapat Paripurna DPRD Jakarta, Jumat (29/9/2017) lalu. Namun, rapat harus ditunda.
Menurut Djarot, ada beberapa poin yang belum disepakati antara eksekutif dan legislatif. Salah satunya soal besaran kenaikan tunjangan dewan yang akan dimasukkan ke dalam Peraturan Gubernur tentang Hak Keuangan dan Administrasi Pimpinan dan Anggota Dewan.
"Soal hitung-hitungan di Pergub tentang hak keuangan, kami belum sepakat. Saya nggak mau tanda tangan, karena banyak sekali nilai yang saya anggap fantastis, tidak rasional," ujar Djarot di Lapangan Eks IRTI Monas, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Senin (2/10/2017).
Baca Juga: KPK: Orang yang Lakukan Korupsi Tidak Pancasilais
Djarot mengatakan, eksekutif dan legislatif saat ini masih melakukan penyempurnaan RAPBD-P. Hal ini dilakukan supaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak melanggar aturan.
"Ada beberapa komponen yang tidak sesuai dan tidak rasional serta berpotensi melanggar aturan. Ini yang saya nggak mau," kata Djarot.
Dia memaparkan beberapa komponen yang tidak sesuai, diantaranya permintaan DPRD DKI Jakarta soal biaya perjalanan ke luar negeri.
Mereka, kata Djarot, meminta dinaikan tiga kali lipat dari peraturan SK Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
"Itu tidak bisa, harus sama, karena itu berlaku bagi ASN (aparatur sipil negara) dan non-ASN ya. Masa mau dinaikin tiga kali dari nilai yang ada di SK Menkeu?," kata Djarot.
Baca Juga: Pembunuhan Kakak Kim Jong Un, Siti Aisyah Mengaku Tak Bersalah
Selain itu, kenaikan biaya rapat dewan juga dipermasalahkan. Djarot mengungkapkan, pihak DPRD meminta biaya rapat untuk pimpinan dewan Rp3 juta, wakil Rp2 juta, dan setiap anggota Rp500 ribu.