Suara.com - Catalonia menggelar referendum untuk menentukan kemerdekaan wilayah mereka dari otoritas Spanyol, Minggu (1/10/2017) hari ini.
Referendum tersebut, seperti disitat The Guardian, tetap digelar oleh dewan kota Catalonia meski dianggap ilegal dan di bawah ancaman represif pemerintah Spanyol.
Presiden Catalonia Carles Puigdemont mengatakan, 5,3 juta jiwa warganya dipastikan ikut memberikan suara dalam referendum ini.
Baca Juga: Oxford University Copot Lukisan Aung San Suu Kyi
"Dalam referendum ini cuma ada dua pilihan, apakah tetap bersama Spanyol atau warga ingin merdeka," tegasnya.
Perwakilan otoritas Spanyol di Catalan, Enric Millo, Sabtu (30/9), memastikan aparat kepolisian menutup 1.300 titikdari total 2.315 tempat kotak suara referendum itu diletakkan,
Sementara Guardia Civil—petugas kehakiman—telah menggeledah kantor pusat komunikasi Catalonia untuk melumpuhkan perangkat lunak yang dipakai untuk pemungutan suara secara online.
"Operasi terakhir ini telah memungkinkan kami secara mutlak mematahkan kemungkinan pemerintah Catalonia menyampaikan apa yang dijanjikannya: sebuah referendum yang mengikat dan efektif dengan jaminan hukum," tegas Millo.
"Itulah yang dijanjikan pemerintah Catalan pada 1 Oktober. Hari ini, kita bisa meyakinkan orang bahwa itu tidak akan berlanjut," tegasnya lagi.
Baca Juga: Berburu Tupai, Angai Malah Temukan Mayat Tergantung di Hutan
Presiden Majelis Nasional Catalan mengakui terjadi razia besar-besaran oleh aparat kepolisian dan kehakiman untuk menyabotase referendum tersebut.
"Tapi kami pastikan, aksi sabotase mereka mungkin bakal membuat 1 juta warga Catalonia gagal memberikan suara. Tapi jumlah itu kurang dari seperlima total penduduk kami, sehingga referendum tetap sah," ungkapnya.
Primer voto en Sant Jaume de Frontanyà, el pueblo más pequeño de Cataluña. Los Mossos han llegado a las nueve pero no han actuado pic.twitter.com/9GYor6Idvm
— Josep Catà (@jcatafiguls) October 1, 2017
Barcelona Mendukung
Para pemain klub elite La Liga Spanyol, Barcelona, juga banyak yang mendukung Catalonia memproklamasikan kemerdekaan dari Spanyol. Salah satunya adalah Gerard Pique.
Pique bahkan memastikan, bakal mengikuti referendum kemerdekaan yang bakal digelar pemerintah otonomi Catalonia pada 1 Oktober 2017.
"Selama sepekan ke depan, kita akan mengekspresikan diri dan kebebasan secara damai. Jangan pernah memberi mereka (Spanyol) kesempatan untuk mengekang. Kita akan memberikan suara secara kuat untuk kemerdekaan,” tegas Pique melalui akun Twitter pribadinya.
Ia mengakui, pemerintah Spanyol di Madrid pasti bakal melakukan berbagai cara untuk menghalangi referendum dan kemerdekaan Catalonia.
Namun, Pique meminta seluruh rakyat Catalonia tidak takut dan bahu membahu melawan kesewenang-wenangan Spanyol.
Perang Saudara
Catalonia atau biasa disebut Barcelona dalam bahasa Spanyol, memunyai catatan sejarah kelam di bawah rezim kekuasaan Madrid.
Dalam kurun waktu 1936-1939, pecah perang saudara di Spanyol. perang itu pecah setelah Partai Komunis, kaum Anarkis, Nasionalis, dan rakyat Catalonia secara keseluruhan memproklamasikan berdirinya Republik Catalonia.
Proklamasi kemerdekaan itu direspons oleh pemerintah Madrid di bawah kepemimpinan Jenderal Francisco Franco yang didukung Adolf Hitler dan Benito Mussolini, dengan melakukan operasi militer menggempur Catalonia dan juga separatis-separatis di daerah lain, semisal Basque.
Serangan Franco bersama milisi-milisi Fasis Spanyol itu memicu kemarahan dunia. Jutaan kaum komunis, nasionalis, anarkis, serta anggota serikat-serikat buruh, petani, pemuda, dari penjuru dunia datang membantu para pejuang Catalonia. Sukarelawan tersebut dalam sejarah dikenal sebagai "Bragade Internasional Anti-Fasis".
Tak hanya itu, para jurnalis dan sastrawan dunia juga turut bersimpati dan mendorong dunia internasional mengecam serbuan Jenderal Franco. Sastrawan besar Amerika Serikat, Ernest Hemingway juga turut mendatangi Catalonia untuk tugas jurnalistik.
Namun, setelah diberikan persenjataan dan korps pasukan khusus oleh Hitler, tentara Jenderal Franco dan milisi Fasis/Falange berhasil meruntuhkan Republik Catalonia.
Setelah era Perang Dunia II, Catalonia tetap menjadi provinsi Spanyol. Meski diberikan otonomi yang luas dan dibolehkan memiliki presiden sendiri, rakyat Catalonia tetap menginginkan kemerdekaan hingga kekinian.