Novanto 'Bebas', Koalisi AntiKorupsi Akan Buat Lingkaran Hitam

Sabtu, 30 September 2017 | 15:45 WIB
Novanto 'Bebas', Koalisi AntiKorupsi Akan Buat Lingkaran Hitam
Aksi Koalisi Masyarakat Sipil sikapi putusan praperadilan Setya Novanto. (@aksikamisan)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Koalisi Masyarakat Sipil AntiKorupsi mengajak masyarakat umum untuk bergabung dalam aksi menyikapi keputusan Pengadilan Praperadilan mencabut status tersangka korupsi e-KTP Setya Novanto. Aksi itu akan silakukan, Minggu (1/10/2017) besok.

Aksi tersebut bertema 'Indonesia Berkabung: Menyikapi dicabutnya status tersangka kasus korupsi e-Ktp dari Setya Novanto'. Aksi itu akan dilakukan di Bundaran HI, pukul 07.00 WIB saat Car Free Day di Jakarta.

Dalam akun Instagram @AksiKamisan (aksi gerakan menuntut penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu), publik di ajak untuk mengikuti aksi ini. Peserta dianjurkan mengenakan pakaian hitam.

"Ayo bergerak dan berjalan bersama serta membuat lingkaran hitam rakyat Indonesia di Bundaran HI!" begitu seruannya.

Baca Juga: PDIP Hormati Putusan Hakim Menangkan Setya Novanto

"Setelah kita menggerutu di media sosial, yuk mending kita bergerak dan jalan bareng di Car Free Day dalam rangka Indonesia berkabung," tulis keterangan di akun itu.

Sebelumnya LSM AntiKorupsi ICWmenilai sepanjang proses sidang praperadilan penetapan tersangka Setya Novanto, ICW mencatat ada enam kejanggalan proses yang dilakukan oleh hakim.

Kejanggalan-kejanggalan tersebut adalah, pertama, hakim menolak memutar rekaman bukti keterlibatan Novanto dalam korupsi e-KTP, kedua akim menunda mendengar keterangan ahli dari KPK, ketiga hakim menolak eksepsi KPK, keempat hakim mengabaikan permohonan Intervensi dengan alasan gugatan tersebut belum terdaftar di dalam sistem informasi pencatatan perkara, kelima hakim bertanya kepada ahli KPK tentang sifat adhoc lembaga KPK yang tidak ada kaitannya dengan pokok perkara praperadilan; dan keenam laporan kinerja KPK yang berasal dari Pansus dijadikan bukti praperadilan.

Keenam kejanggalan tersebut penanda awal akan adanya kemungkinan permohonan praperadilan Novanto akan dikabulkan hakim Cepi, sebelum akhirnya putusan itu dibacakan di hadapan sidang pada Jumat (29/9/2017).

Salah satu dalil Hakim Cepi Iskandar yang dinilai Lalola paling kontroversial dalam putusan praperadilan ini adalah alat bukti untuk tersangka sebelumnya tidak bisa dipakai lagi untuk menetapkan tersangka lain.

Baca Juga: Kalah dari Novanto, PIA Minta KPK Tak Mundur Sejengkal Pun

Dengan dalil tersebut, hakim Cepi mendelegitimasi putusan majelis hakim yang memutus perkara e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto, yang notabenenya sudah berkekuatan hukum tetap. Padahal, kata Lalola, putusan dikeluarkan berdasarkan minimal dua alat bukti yang cukup dan keyakinan hakim, dan skema tersebut merupakan hal yang biasa dalam proses beracara di persidangan.

Selain kejanggalan-kejanggalan di atas dikabulkannya permohonan praperadilan ini juga tidak bisa dilepaskan dari konteks yang lebih luas, termasuk dengan proses yang berjalan pada Pansus Angket KPK di DPR.

Putusan praperadilan ini dikhawatirkan akan menjadi dasar bagi Pansus Angket untuk mengeluarkan rekomendasi yang bukan saja kontra-produktif dengan upaya pemberantasan korupsi, tapi juga melemahkan KPK.

ICW mendesak agar Komisi Yudisial menindaklanjuti laporan-laporan yang sudah masuk terkait dengan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh hakim tunggal Cepi Iskandar dalam proses sidang praperadilan penetapan tersangka Setya Novanto.

Kedua, Mahkamah Agung mengambil langkah konkrit dengan melakukan eksaminasi putusan praperadilan yang dikeluarkan oleh hakim Cepi Iskandar, dan mengambil langkah tegas manakala ditemukan dugaan penyelewengan hukum yang dilakukan oleh yang bersangkutan. Ketiga, KPK harus kembali menetapkan Novanto sebagai tersangka dengan menerbitkan Surat Perintah Penyidikan baru.

Selain itu, menurut pernyataan ICW, manakala Novanto sudah kembali ditetapkan sebagai tersangka, KPK harus bergerak lebih cepat dengan melakukan penahanan dan pelimpahan perkara ke persidangan, manakala sudah ada bukti-bukti yang cukup.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI