Komisi Pemberantasan Korupsi memperpanjang penahanan empat tersangka tindak pidana korupsi suap terkait persetujuan Peraturan Daerah tentang Penambahan penyertaan Modal kepada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Bandarmasih Kota Banjarmasin Tahun 2017.
"Dilakukan perpanjangan penahanan selama 40 hari mulai dari 5 Oktober sampai dengan 13 November 2017 untuk empat tersangka," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Jumat (29/9/2017) malam.
Empat tersangka itu adalah Dirut PDAM Bandarmasih Kota Banjarmasin Muslih, Manajer Keuangan PDAM Bandarmasih Trensis, Ketua DPRD Kota Banjarmasin Iwan Rusmali, dan Wakil Ketua DPRD Kota Banjarmasin Andi Effendi.
Sebelumnya, dalam operasi tangkap tangan (OTT) terkait kasus itu di Banjarmasin pada Kamis (14/9), KPK mengamankan uang tunai senilai Rp48 juta.
Baca Juga: Lagi, KPK Perpanjang Penahanan Nur Alam
"Uang tersebut diduga bagian dari uang Rp150 juta yang diterima Dirut PDAM dari pihak rekanan yang telah dibagi-bagikan kepada anggota DPRD Kota Banjarmasin untuk memuluskan persetujuan Raperda Penyertaan Modal Pemkot Banjarmasin kepada PDAM," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat (15/9).
KPK menduga ada penerimaan-penerimaan lain terkait pembahasan Raperda tersebut untuk perusahaan-perusahaan daerah lainnya.
"Selain itu, juga ada penerimaan yang disalurkan ke pihak lain yang nanti pasti akan didalami pada saat penyidikan," ujarnya.
Tim KPK juga menyegel sejumlah ruangan di beberapa lokasi antara lain di ruang kerja Ketua DPRD, Ketua Pansus dan ruangan lainnya di DPRD Banjarmasin, ruang kerja Dirut PDAM, dan ruang kerja Manajer Keuangan PDAM.
Sebagai pihak yang diduga pemberi, Muslih dan Trensis disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat-1 ke-1 KUHP.
Baca Juga: Setya Novanto "Bebas", KPK Komit Tetap Tangani e-KTP
Pasal itu yang mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.