Suara.com - Kuasa Hukum Tersangka Setya Novanto, Ketut Mulya Arsana mencecar Ahli Hukum Acara Pidana Adnan Paslyadja terkait penetapan tersangka terhadap seseorang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Saat tahap penyelidikan atau penyidikan?
"Ahli, tadi ahli mengatakan penetapan tersangka itu dilakukan setelah mendapatkan dua bukti permulaan. Jadi, kapan seseorang bisa ditetapkan tersangka?" kata Ketut saat menanyakan pendapat Adnan di Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (27/9/2017).
Adnan yang dihadirkan KPK dalam sidang praperadilan tersangka kasus proyek pengadaan kartu tanda penduduk bebasis elektronik Tahun 2011-2012 tersebut menjawab dan mengatakan penetapan tersangka bisa dilakukan di tahap penyelidikan.
"Dengan bukti permulaan pun sudah bisa ditetapkan tersangka, sebenarnya tidak perlu di tahap penyidikan, bisa juga di tahap penyelidikan," kata Adnan di Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (27/9/2017).
Baca Juga: KPK Sebut Proses Praperadilan Setya Novanto Tak Mudah
Menurut Dosen pada Pusat Pendidikan Kejaksaan Agung itu, terkait penetapan tersangka sesorang pada tahap penyelidikan memiliki ketentuan hukumnya.
"Bukan saya yang ngomong lho, itu ada ketentuannya dan itu dimaknai oleh MK. Jadi jika sudah diperoleh minimal dua alat bukti permulaan, sudah bisa dinyatakan tersangka," kata Adnan.
Tapi sebenarnya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menurut Adnan tidak dipisahkan antara tahap penyelidikan dengan tahap penyidikan. Karena itu, penetapan seseorang sebagai tersangka bisa dilakukan saat penyelidikan dan bisa juga saat penyidikan.
"Tapi kalau kita berbicara soal penyidikan di Pasal 1 ayat 2 KUHAP tadi memang di penyidikan pun orang baru bisa ditetapkan sebagai tersangka. KUHAP tidak mengenal pemisahan tahapan antara penyelidikan dan penyidikan. Bisa juga seauatu langsung dilakukan penyelidikan dan disana ada tersangka, tapi bisa juga penyelidikan menurut pasal 1 angka 14 tadi, bisa juga ditentukan tersangka," kata Adnan.
Adnan mengatakan dua bukti permulaan yang dimaksud bisa saja dua orang saksi yang memberikan keterangan yang tidak sama persis tapi saling mendukung satu sama lain. Sebab, kalau keterangan dua saksi sama persis, hakim bisa saja menilainya sebagai satu alat bukti.
Baca Juga: Beredar Foto Setya Novanto di Rumah Sakit dengan Mata Tertutup
"Kalau satu saksi harus didukung dengan bukti permulaan yang lain, nggak boleh hanya satu saksi saja. Tapi kalau dua saksi itu sudah dianggap dua alat bukti sepanjang bukan menerangkan hal yang persis sama. Hakim baru bisa kalau ada persesuaian antara satu dengan yang lain," kata Adnan.