Komisi Pemberantasan Korupsi menghadirkan lebih dari dua ahli untuk memberikan keterangan dalam sidang praperadilan tersangka Setya Novanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (27/9/2017). Tidak hanya ahli pidana dan ahli hukum acara pidana, KPK juga menghadirkan ahli hukum Administrasi Negara.
"Saksi ahli yang lain adalah Dr. Nur Aziz saksi ahli pidana. Dr. Feri dari Universitas Andalas, saksi ahli Adminitrasi Negara dan Sdr. Adnan, dosen Pusdik Kejaksaan Agung yang akan memberikan keterangan tentang hukum acara pidana," kata Kepala Biro Hukum KPK Setiadi di gedung PN Jakarta Selatan.
Selain itu, KPK juga menghadirkan satu ahli lainnya dari Universitas Indonesia. Namun, belum diketahui siapa nama ahli tersebut, dan dalam bidang apa dia bergelut.
Baca Juga: KPK Sudah Cekal Bupati Cantik Kukar Sebelum Jadi Tersangka
"Karena bukti yang kami ajukan terkait dokumen hasil dari sistem dan aplikasi tentang proses bisnis e-KTP, maka kami hadirkan saksi ahli dari UI. Akan menjelaskan bagaimana proses dari e-KTP disusun dan dibuat. Sistemnya bagaimana, elektroniknya bagaimana disusun," kata Setiadi.
Setiadi mengatakan kehadiran empat ahli dari KPK dalam sidang keenam pada hari ini untuk menyampaikan pendapat sesuai bidangnya masing-masing. Karena itu, dia enggan mengatakan keempat saksi tersebut untuk membantah keterangan ahli yang diajukan Setya Novanto.
"Saya tidak mengatakan demikian (untuk membantah). Ahli hanya memberikan pendapat sesuai dengan kapasitasnya. Kami hanya ingin penjelasan yang hakiki tentang hukum pidana yang terapkan kepada pemohon. Jadi kalau nanti berbeda dengan ahli kemarin itu wajar. Karena kami berprinsip kalau penetapan tersangka bukan berdasarkan aspek hukum tapi fakta hukum. Kemudian ada saksi ada dokumen tambahan dan aliran dana," kata Setiadi.
Sebelumnya, Novanto sebagai pihak pemohon telah mengajukan tiga ahli hukum dalam sidang. Mereka adalah Guru Besar Hukum Adminisitrasi Negara Universitas Padjajaran, I Gde Panca Astawa, pakar Hukum Pidana dari Universitas Padjadjaran Romli Atmasasmita, dan Pakar Hukum Acara Pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda.
Setya Novanto mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan tersangka oleh KPK pada kasus korupsi E-KTP. Dia ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 17 Juli 2017 lalu.
Baca Juga: Hadapi Novanto, KPK Hadirkan Ahli Hukum Pidana dan Acara Pidana
Ketua Umum Partai Golkar itu diduga menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi dan menyalahgunakan kewenangan dan jabatan, pada kasus e-KTP. Novanto sewaktu menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR diduga ikut mengatur agar anggaran proyek e-KTP senilai Rp5,9 triliun disetujui oleh anggota DPR.
Selain itu, Novanto diduga mengondisikan pemenang lelang dalam proyek e-KTP. Bersama pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, Novanto diduga ikut menyebabkan kerugian negara Rp2,3 triliun.