Suara.com - Jumlah pengungsi Gunung Agung di Bali terus bertambah. Data pengungsi yang tercatat oleh Pusdalops BPBD Bali pada Selasa (26/9/2017) pukul 12.00 Wita mencapai 75.673 jiwa.
Pengungsi ini tersebar 377 titik pengungsian di 9 kabupaten/kota di Bali. Diperkirakan, data jumlah pengungsi masih bertambah karena pendataan masih terus dilakukan.
Berdasarkan sebaran pengungsi di kabupaten/kota, pengungsi tersebar di Kabupaten Badung sebanyak 9 titik (756 jiwa), Kabupaten Bangli 29 titik (4.890 jiwa), Kabupaten Buleleng 24 titik (8.518 jiwa), Kota Denpasar 27 titik (2.539 jiwa), Kabupaten Gianyar 12 titik (540 jiwa), Jembrana 4 titik (82 jiwa), Kabupaten Karangasem 93 titik (37.812 jiwa), Kabupaten Klungkung 162 titik (19.456 jiwa), dan Kabupaten Tabanan 17 titik (1.080 jiwa).
"Jumlah pengungsi ini lebih besar daripada penduduk yang tinggal di dalam radius berbahaya yang direkomendasikan PVMBG untuk dikosongkan, yaitu radius 9 kilometer dari puncak kawah Gunung Agung ditambah 12 kilometer di sektor utara-timur laut dan 12 kilometer di sektor tenggara-selatan-barat daya," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, Selasa (26/9/2017).
Baca Juga: Bentuk Kepedulian XL Axiata pada Pengungsi Gunung Agung
Menurut dia, sulit menentukan jumlah penduduk secara pasti. Sebab data penduduk menggunakan basis administrasi desa, sedangkan data radius menggunakan batas daerah berbahaya oleh letusan Gunung Agung.
Wilayah desa terpotong oleh garis radius berbahaya, sehingga untuk memastikan jumlah penduduk secara pasti dalam wilayah desa tersebut menjadi tidak mudah. Akhirnya disepakati menggunakan pendekatan dan diperkirakan jumlah penduduk yang harus dievakuasi adalah 62.000 jiwa sesuai pernyataan Wakil Bupati Karangasem.
"Batas radius berbahaya itu mudah terlihat di peta. Di lapangan tidak nampak. Di lapangan masyarakat tidak tahu mereka tinggal di dalam radius berapa. Inilah yang menyebabkan masyarakat yang tinggal di luar garis radius berbahaya pun ikut mengungsi. Apalagi saat dinaikkan status Awas (Level IV), ribuan masyarakat mengungsi pada malam hari yang menyebabkan masyarakat di desa-desa yang terdapat di luar radius berbahaya pun ikut mengungsi," kata pengajar di UI itu.
Sutopo menilai itu hal yang wajar saat bencana. Saat letusan Gunung Merapi tahun 2010, pengungsi mencapai lebih dari 500.000 jiwa saat radius berbahaya dinaikkan dari 15 kilometer menjadi 20 kilometer. Padahal di peta, jumlah penduduk di dalam radius 20 kilometer hanya sekitar 200.000 jiwa.
Begitu juga saat letusan Gunung Sinabung, jumlah penduduk yang ada di dalam radius berbahaya dan harus mengungsi hanya sekitar 7.000 jiwa saat dinaikkan status Awas pada 24 Desember 2014. Namun yang mengungsi ternyata mencapai 11.618 jiwa pada 26 Desember 2014, bahkan mencapai 30.117 jiwa pada 23 Januari 2015.
Baca Juga: Jokowi Akan Serahkan Bantuan Rp7,1 M untuk Pengungsi Gunung Agung
"Ada faktor psikologis dan sosial yang melatarbelakangi masyarakat ikut mengungsi. Saat seseorang mendengar ada ancaman atau bahaya dan melihat langsung masyarakat pada mengungsi, maka secara naluriah orang tersebut akan ikut mengungsi. Apalagi jika gunungnya sudah meletus dan terlihat awan panas, hujan abu pekat, suara dentuman dan lainnya, maka masyarakat akan mengungsi ke tempat aman," jelas dia.