Empat Aspek Temuan Pansus Angket KPK

Selasa, 26 September 2017 | 14:44 WIB
Empat Aspek Temuan Pansus Angket KPK
Rapat Paripurna DPR Ke-6 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2017-2018 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/9).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Keterlambatan penyelesaian delapan paket pekerjaan yang belum dikenakan denda sebesar Rp2,01miliar. 

Terdapat 29 pegawai/penyidik KPK yang diangkat sebagai pegawai tetap namun belum diberhentikan dan mendapat persetujuan tertulis dari instansi asalnya. Selain itu terdapat 42 orang penyidik yang belum dilengkap dengan surat keputusan perpanjangan dari instansi asal. Hal ini akan berdampak pada keabsahan pelaksanaan tugas yang bersangkutan.

Dalam aspek penggunaan anggaran, Panitia Angket KPK menemukan pengelolaan anggaran yang tidak eiisien dan terjadi penyimpangan serta pelanggaran peraturan perundang-undangan. KPK memiliki anggaran yang cukup besar yang diberikan oleh negara untuk penanganan korupsi, yang lebih besar daripada anggaran Aparat Penegak Hukum lainnya. Namun anggaran yang besar tersebut tidak sebanding dengan penanganan kasus-kasus baik melalui OTT ataupun pengembangan lainnya, sehingga tidak sebanding antara pengembalian uang negara dengan anggaran yang telah diberikan. Penggunaan anggaran tersebut hams dapat dipertanggungjawabkan oleh KPK, termasuk anggaran-anggaran yang digunakan untuk LSM atau NGO yang bergerak di bidang anti korupsi. 

Dari sudut efisiensi, KPK yang selama ini berfokus pada bidang penindakan dan penyidikan, semestinya jumlah kekayaan Negara yang dikembalikan harus lebih besar daripada anggaran yang digunakan KPK. Dengan realisasi anggaran pada 2004-2016 sebesar Rp4,23 triliun, namun total kerugian Negara yang disetor ke kas Negara selama periods yang sama sebesar Rp1,94 triliun. J ika dibandingkan dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Fungsional Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK pada tahun 2009-20 14 berdasarkan data dari Lembaga Pengkajian Independen Kebijakan Publik (LPIKP), kinerja KPK dalam hal penyelamatan keuangan negara masih jauh berada dibawah Kejaksaan dan Kepolisian. 

Untuk itu, perlu dilakukan audit lanjutan BPK untuk tujuan tertentu atau audit investigatif. Dari audit tersebut dapat diketahui secara pasti pencapaian sasarannya utamanya yang terkait dengan kinerja KPK. Selain itu apabila Pimpinan KPK tidak menindaklanjuti rekomendasi BPK, dapat dikenakan sanksi pidana 1 tahun 6 bulan penjara atau denda RpSOO juta sesuai dengan Pasal 20 dan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. 

Aspek Tata Kelola Sumber Daya Manusia 

Dalam aspek tata kelola SDM, terjadi dualisme konflik internal yang cukup fatal baik yang bersifat struktural (antara pimpinan dengan penyidik dan pegawai) maupun kultural. Terbukti adanya konHik internal di KPK yang dapat mengganggu kinerja KPK, sebagaimana pengakuan Direktur Penyidikan KPK kepada Panitia Angket, yang menyatakan bahwa diduga adanya kelompok lingkaran atau geng tertentu di KPK yang menguasai roda jalannya KPK agar sesuai dengan kepentingan. 

Ketidakpatuhan KPK dalam tata kelola SDM terhadap undangundang juga terjadi di bidang kepegawaian negara. KPK terbukti telah melanggar ketentuan sebagaimana Putusan MK Nomor 109/PUU-XIII/ 2015 dan ketentuan PP Nomor 63 Tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia KPK. Sebagaimana putusan MK di atas, pengangkatan pegawai KPK dapat dilakukan sendiri oleh KPK, namun tetap berada koridor UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Selain itu, berdasarkan temuan BPK, pengangkatan pegawai tetap KPK yang telah memasuki Batas Usia Pensiun (BUP) tidak sesuai dengan ketentuan atau prosedur. 

Pembentukan wadah pegawai KPK juga menjadi pertanyaan serius karena sesungguhnya sebagai lembaga negara telah ada wadah sendiri untuk aparatur dan wadah pegawai KPK. Secara faktual, didapatkan data bahwa wadah pegawai KPK dapat mengintervensi dan membatalkan keputusan pimpinan KPK. 

Dalam aspek tata kelola SDM KPK dibutuhkan integritas dan moralitas dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya. Dalam hal ini, Panitia Angket menemukan sejumlah temuan yang berkaitan dengan perilaku SDM KPK, baik yang terjadi pada unsur pimpinan maupun petugas penyidik dan/atau pegawai KPK yang terindikasi tindak pidana. Hal ini sangat serius karena tidak mungkin KPK menjadi kuat, menjadi jujur, menjadi berani dan menjadi bersih kalau ada sejumlah unsur aparaturnya terindikasi melawan hukum.

REKOMENDASI

TERKINI