Suara.com - Pasukan Myanmar menemukan 17 jenazah lagi warga desa pengikut Hindu pada, Senin (25/9/2017), menambah jumlah jenazah yang telah ditemukan menjadi 45.
Mereka diduga tewas oleh serangan gerilyawan bulan lalu, pada awal gelombang kekerasan yang telah mengakibatkan 436.000 warga Rohingya melarikan diri ke Bangladesh.
Sejumlah jenazah yang telah ditemukan sejak akhir pekan lalu, terkubur di pinggiran sebuah desa, di negara bagian Rakhine, Myanmar barat, tempat awal pertempuran terjadi pada 25 Agustus, ketika gerilyawan Rohingya melancarkan serangan terhadap sekitar 30 pos polisi dan sebuah markas tentara.
PBB menggambarkan aksi pasukan pemerintah Myanmar sebagai upaya pembersihan suku di negara bagian Rakhine ketika menanggapi serangan para gerilyawan tersebut.
Baca Juga: Sevel Tutup, Karyawan Belum Dapat THR dan Pesangon
Pemerintah Myanmar menolak tuduhan pembersihan suku itu, dengan mengatakan bahwa mereka tengah memerangi teroris.
"Tidak ada pembersihan suku. Tidak ada pemusnahan," kata Duta Besar Myanmar untuk PBB, Hau Do Suan, kepada Majelis Umum PBB di New York, pada Senin lalu.
"Para pemimpin Myanmar yang telah lama memperjuangkan kebebasan dan hak asasi manusia tidak akan mendukung kebijakan semacam itu," tambahnya.
"Kami akan melakukan segala upaya untuk mencegah terjadinya pembersihan suku dan pemusnahan," kata diplomat tersebut.
"Ini adalah tanggung jawab setiap pemerintah untuk memerangi terorisme dan melindungi warga yang tidak bersalah. Kami mengutuk semua pelanggaran hak asasi manusia dan tindakan kekerasan," ujarnya.
Baca Juga: DPR Perpanjang Pansus Angket KPK
Myanmar mengatakan sebelum kuburan massal tersebut ditemukan, bahwa dari 400 orang yang telah tewas kebanyakan dari mereka adalah pemberontak.
Sejumlah warga minoritas tampaknya terperangkap di tengah kemelut. Beberapa telah melarikan diri ke Bangladesh, mengeluhkan kekerasan terhadap mereka oleh tentara atau warga pengikut Buddha.
Warga minoritas lainnya mengeluh karena mendapat serangan dari pihak pemberontak atas kecurigaan terhadap mereka yang dianggap telah menjadi mata-mata pemerintah.
Proses pencarian dilakukan pada akhir pekan lalu setelah seorang pengungsi yang pergi melarikan diri ke Bangladesh menghubungi seorang pemimpin masyarakat Hindu di Myanmar.
Ia mengatakan bahwa gerilyawan Tentara Pembebasan Rohingya Arakan (ARSA) telah mengusir sekitar 100 orang keluar dari desa mereka pada 25 Agustus dan membunuhnya, kata pemerintah. Sebanyak 28 jenazah ditemukan pada Minggu.
"Sore ini, sebuah tempat mencurigakan ditemukan, sekitar 400 meter sebelah timur laut kuburan massal yang ditemukan kemarin," kata militer dalam pernyataan.
"Tujuh belas jenazah pria ditemukan," tambahnya.
Pemerintah Myanmar disebut belum mengetahui pasti penyebab para warga pengikut Hindu itu tewas. Tentara mengatakan bahwa pasukan keamanan dan para pemimpin masyarakat Hindu akan melanjutkan pencarian.
Akses ke daerah tersebut terhadap wartawan dan juga pekerja kemanusiaan sebagian besar dibatasi.
Juru bicara ARSA mengatakan dia meyakini bahwa kaum nasionalis Buddha mencoba untuk membelah umat Hindu dan Muslim dengan membuat "kebohongan" bahwa gerilyawan ARSA telah membunuh penduduk desa.
"ARSA telah berjanji secara internasional untuk tidak menyasar warga sipil dalam serangannya dan akan tetap memegang teguh janji itu," kata juru bicara kelompok tersebut, yang tengah berada di negara tetangga dan hanya menyebut jatidirinya sebagai Abdullah, melalui layanan pesan. [Antara]