Kronologi Mayat Bayi Berlin Ditelantarkan RS hingga Dibawa Ibunya

Reza Gunadha Suara.Com
Kamis, 21 September 2017 | 15:05 WIB
Kronologi Mayat Bayi Berlin Ditelantarkan RS hingga Dibawa Ibunya
Delpasari (31) menggendong Berlin, putrinya yang telah meninggal dunia, dengan menaiki angkot dari RSUDAM di Jl Rivai menuju Bundaran Radin Inten di Hajimena dengan jarak sekitar 7,1 kilometer. (Instagram)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Delpasari menangis sembari terus memeluk jenazah bayinya yang baru berusia satu bulan 10 hari di dalam angkutan kota. Apa boleh buat, Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek (RSUAM) Bandar Lampung menolak memberikan ambulans untuk mengantar mereka ke kampung halaman. Mereka tak punya uang membayar sewa.

Delpasari (dalam berita sebelumnya ditulis sebagai Delvi Sari), terus tersedu-sedan di dalam angkot jurusan Tanjung Karang-Rajabasa, Bandar Lampung, Rabu (20/9/2017) sore. Ia sesenggukan menangisi putrinya, Berlin Istana, yang tak lagi bernyawa.

Ardiansyah, sang suami yang berada di dekatnya, tak mampu menentramkan perasaan Sari. Ia sendiri tampak bermuram durja, menahan kepedihan karena tak mampu mendapatkan ambulans untuk sekadar mengantarkan sang putri ke petirahan terakhir laiknya orang-orang lain.

Ardian hanya terdiam, lekat-lekat menatap sang istri yang erat mendekap Berlin ke dadanya sembari menangis. Sekujur tubuh Berlin hanya ditutupi kain berwarna hijau sebagai pertanda nyawanya sudah melayang.

Baca Juga: Adegan Pembunuhan Pasutri di Benhil akan Diperagakan Pekan Depan

"Alasan RSUAM tidak bisa memberikan ambulans karena mereka adalah pasien peserta BPJS Kesehatan. Biaya sewa ambulans tak bisa di-cover (diklaim) pakai BPJS,” kata Aang Fatiya Gunanda (28), adik sepupu Sari kepada Suara.com, Kamis (21/9/2017).

RSUAM, kata dia, mengatakan bisa mengantarkan pasutri itu dan almarhumah Berlin memakai ambulans kalau  Sari dan Ardian bisa membayar uang sewa secara tunai.

”RSUAM minta biaya Rp2 juta untuk mengantarkan keponakan saya yang malang itu ke kampung halaman untuk dikuburkan,” jelas Aang.

Ia menjelaskan, kampung halaman mereka berada di Desa Labuhan Dalam, Kecamatan Abung Timur, Lampung Utara. Waktu tempuh antara Bandar Lampung ke desa itu bisa sampai 3 jam perjalanan.

”Tapi, kakak saya tak punya uang segitu, kami ini orang miskin. Akhirnya, RS membiarkan kakak saya membawa Berlin pakai angkot. Dibiarkan saja oleh mereka,” tuturnya.

Baca Juga: Gus Ipul Tak Masalah jika Khofifah Maju di Pilgub Jatim 2018

Sebenarnya, Ardian dan Sari sudah meminta keringanan agar bisa memakai ambulans. Namun, permintaan mereka tak digubris pihak RS.

”Kakak saya sudah memohon-mohon kepada RS untuk bisa memakai ambulans, tapi tetap tak dikasih. Mereka terus ’diputar-putar’ diminta penuhi persyaratan surat administratis keluarga miskin. Astaghfirullah, padahal mereka baru beberapa jam kehilangan anak,” ratapnya.

Aang mengakui, ketika sang kakak dan mendiang keponakannya tidak dibolehkan memakai ambulans RSUDAM, dirinya masih berada di Terminal Rajabasa.

Kala itu ia mendapat telepon dari Ardian, bahwa Berlin telah meninggal dunia dan mereka terpaksa memakai angkot karena tak memunyai uang sewa ambulans.

Beruntung, tukas Aang, sopir dan pengguna angkot yang ditumpangi keluarga almarhumah Berlin merasa iba.

Salah satu penumpang angkot itu menelepon nomor darurat layanan ambulans milik Pemerintah Kota Bandar Lampung untuk meminta bantuan.

”Mereka iba, karena melihat Kak Sari terus menangis sembari memeluk almarhumah Berlin di dalam angkot itu. Akhirnya, ada yang menelepon ambulans Pak Herman HN (Wali Kota Bandar Lampung) yang gratis,” ungkapnya.

Tak sampai 15 menit, ambulans milik pemkot itu sampai di daerah Bundaran Hajimena—tempat pemberhentian terakhir angkot jurusan Tanjung Karang-Rajabasa.

”Saya menyusul ke Hajimena dan ikut dalam ambulans itu. Ya Allah, tak ada rasa kemanusiaan lagi RS itu. Alhamdulillah, warga dan sopir angkot itu mau menolong meminta bantuan ambulans pemkot. Kalau tidak, saya tak tahu lagi, kasihan keponakan saya yang sudah almarhum harus naik bus umum,” tuturnya.

Jefri Irwansyah (28), sopir ambulans Pemkot Bandar Lampung, mengakui dirinya menangis sesampainya di Bundaran Hajimena.

”Ketika saya datang, saya tak tega melihat ibunya menangis sesenggukan di dalam angkot itu. Wajah bapaknya juga sedih,” tuturnya.

Jefri lantas meminta Ardian, Sari, Aang, dan mendiang Berlin turun dari angkot dan masuk ke dalam ambulans.

”Saya bilang ke mereka, ’sudah, ambulans ini gratis, tak usah juga mikirin uang bensin, saya yang beli nanti’. Kami serombongan baru sampai di kampung pada malam hari,” terangnya.

Rombongan itu akhirnya sampai di desa malam,  sekitar pukul 20.00 WIB. Malam itu juga, keluarga besar memutuskan untuk langsung memakamkan Berlin.

”Dia sudah banyak merasakan susah di dunia, sampai ketika meninggal pun disusahkan oleh RS. Kami langsung kuburkan supaya dia tenang, Insya Allah,” harap Aang, mewakili keluarga.

Kali Pertama Periksa

Aang mengatakan, Berlin meninggal lantaran ada pembengkakan kelenjar di ubun-ubunnya. Kelainan itu sudah ada sejak Berlin dilahirkan setahun silam.

Berlin lantas dibawa ke Rumah Sakit Daerah Ryacudu, Lampura, untuk mendapat pengobatan. Oleh RS itu, Berlin dirujuk ke RSUDAM.

”Tanggal 31 Agustus lalu, Berlin sudah dioperasi untuk mengobati benjolan di ubun-ubunnya. Nah, Senin pekan ini (18/9) dia dibawa ke RSUDAM untuk check-up (pemeriksaan pascaoperasi) tanggal 18 September,” jelas Aang.

Namun, ketika di ruang ICU, Berlin yang kondisinya lemah justru sesak nafas dan akhirnya meninggal dunia keesokan harinya.

 Salah Komunikasi

Kepala Subbagian Hubungan Masyarakat RSUDAM Ahmad Sapri mengakui, biaya penyewaan ambulans tidak termasuk fasilitas yang didapat melalui cara klaim BPJS Kesehatan.

“Tapi, pasien yang tidak mampu membayar biaya ambulans, bisa mengajukan permohonan kok, akan langsung dibantu. RSUDAM ada dana kemitraan untuk membantu pasien miskin atau gelandangan, sehingga bisa dipakai untuk membayar ambulans,” tuturnya.

Mengenai kasus bayi Berlin, Sapri mengklaim itu akibat dari salah komunikasi antara keluarga sang bayi dan manajemen RSUDAM.

Sapri mengungkapkan, orang tua Berlin diminta ke loket administrasi ambulans. Ia juga mengklaim petugas sudah memberitahukan kepada Delvi agar membuat surat keterangan tak mau agar dibebaskan dari biaya sewa ambulans.

“Tapi, setelah diarahkan untuk mengikuti prosedur itu, dia langsung mengatakan mau pulang saja. Seluruh barangnya sudah dikemas. Petugas kami mengira sudah ada keluarganya yang menjemput. Ternyata dia pulang sendirian memakai angkot,” klaimnya lagi.

 Ikuti terus perkembangan kasus dugaan penelantaran bayi malang ini melalui Like laman Facebok Suara.com di sini

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI