Suara.com - Delpasari menangis sembari terus memeluk jenazah bayinya yang baru berusia satu bulan 10 hari di dalam angkutan kota. Apa boleh buat, Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek (RSUAM) Bandar Lampung menolak memberikan ambulans untuk mengantar mereka ke kampung halaman. Mereka tak punya uang membayar sewa.
Delpasari (dalam berita sebelumnya ditulis sebagai Delvi Sari), terus tersedu-sedan di dalam angkot jurusan Tanjung Karang-Rajabasa, Bandar Lampung, Rabu (20/9/2017) sore. Ia sesenggukan menangisi putrinya, Berlin Istana, yang tak lagi bernyawa.
Ardiansyah, sang suami yang berada di dekatnya, tak mampu menentramkan perasaan Sari. Ia sendiri tampak bermuram durja, menahan kepedihan karena tak mampu mendapatkan ambulans untuk sekadar mengantarkan sang putri ke petirahan terakhir laiknya orang-orang lain.
Ardian hanya terdiam, lekat-lekat menatap sang istri yang erat mendekap Berlin ke dadanya sembari menangis. Sekujur tubuh Berlin hanya ditutupi kain berwarna hijau sebagai pertanda nyawanya sudah melayang.
Baca Juga: Adegan Pembunuhan Pasutri di Benhil akan Diperagakan Pekan Depan
"Alasan RSUAM tidak bisa memberikan ambulans karena mereka adalah pasien peserta BPJS Kesehatan. Biaya sewa ambulans tak bisa di-cover (diklaim) pakai BPJS,” kata Aang Fatiya Gunanda (28), adik sepupu Sari kepada Suara.com, Kamis (21/9/2017).
RSUAM, kata dia, mengatakan bisa mengantarkan pasutri itu dan almarhumah Berlin memakai ambulans kalau Sari dan Ardian bisa membayar uang sewa secara tunai.
”RSUAM minta biaya Rp2 juta untuk mengantarkan keponakan saya yang malang itu ke kampung halaman untuk dikuburkan,” jelas Aang.
Ia menjelaskan, kampung halaman mereka berada di Desa Labuhan Dalam, Kecamatan Abung Timur, Lampung Utara. Waktu tempuh antara Bandar Lampung ke desa itu bisa sampai 3 jam perjalanan.
”Tapi, kakak saya tak punya uang segitu, kami ini orang miskin. Akhirnya, RS membiarkan kakak saya membawa Berlin pakai angkot. Dibiarkan saja oleh mereka,” tuturnya.
Baca Juga: Gus Ipul Tak Masalah jika Khofifah Maju di Pilgub Jatim 2018
Sebenarnya, Ardian dan Sari sudah meminta keringanan agar bisa memakai ambulans. Namun, permintaan mereka tak digubris pihak RS.
”Kakak saya sudah memohon-mohon kepada RS untuk bisa memakai ambulans, tapi tetap tak dikasih. Mereka terus ’diputar-putar’ diminta penuhi persyaratan surat administratis keluarga miskin. Astaghfirullah, padahal mereka baru beberapa jam kehilangan anak,” ratapnya.
Aang mengakui, ketika sang kakak dan mendiang keponakannya tidak dibolehkan memakai ambulans RSUDAM, dirinya masih berada di Terminal Rajabasa.
Kala itu ia mendapat telepon dari Ardian, bahwa Berlin telah meninggal dunia dan mereka terpaksa memakai angkot karena tak memunyai uang sewa ambulans.
Beruntung, tukas Aang, sopir dan pengguna angkot yang ditumpangi keluarga almarhumah Berlin merasa iba.