Suara.com - Sejarawan Asvi Marwan Adam menilai film Pengkhianatan G 30 S/PKI adalah propaganda rezim Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto. Tidak sedikit manipulasi sejarah dimuat dalam film berdurasi 271 menit itu.
"Film itu tujuannya menggambarkan satu sisi Presiden Soeharto sebagai penyelamat bangsa, dan di sisi lain Soekarno sebagai penghianat," kata Asvi kepada Suara.com, Selasa (19/ 9/2017).
Menurut Peneliti Utama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu, pemutaran film yang bercerita tentang pengkhianatan PKI terhadap negara sudah tidak cocok pada masa kekinian. Karena sudah banyak temuan-temuan baru yang menceritakan fakta sejarah tahun 1965.
Film G30S/PKI yang memuat cerita pembunuhan tujuh jenderal, adalah upaya rezim orde baru mencitrakan diri sebagai rezim yang peduli pada negara. Sedangkan kelompok PKI adalah para pengkhianat yang mesti ditumpas.
Baca Juga: JK Pimpin Delegasi Indonesia di Sidang Umum PBB
"Tapi kan sekarang itu tidak lagi cocok. Soekarno ini kan proklamator dan pahlawan nasional kita, kenapa digambarkan sebagai pengkhianat, orang yang diatur oleh PKI dan lain-lain," ujar Asvi.
Selain film G30S/PKI, masih ada film yang merupakan propaganda rezim orde baru, yakni film “Janur Kuning” dan “Serangan Fajar”.
Menurut Asvi, dua film tersebut tak jauh berbeda dengan film G30S/PKI, yakni terkait sisi heroik Soerharto.
"Film Janur Kuning itu masih sama. Tentang menggambarkan Serangan Umum 1 Maret Tahun 1949. Film itu menonjolkan kehebatan Soeharto yang di dalam bergerilya itu 7 hari 7 malam tidak merasa lelah, capek," tutur Asvi.
Selain itu, film “Janur Kuning” ini juga menceritakan kehebatan Soeharto, bahkan lebih hebat daripada Sultan Hamengkubuwono IX.
Baca Juga: 'Gebuk' Eibar, Barcelona Kokoh di Puncak Klasemen
Soeharto juga saat itu dicitrakan sebagai orang memiliki peran dominan dalam perang gerilya yang dipimpin Jenderal Sudirman. Padahal, ia diketahui tengah makan soto dengan anak buahnya saat serangan itu dimulai.