Jhony mengungkapkan, saat perusahaan garmen milik korban di kawasan Tangerang dipindahkan ke Pekalongan, Jawa Tengah, Zul memutuskan untuk berhenti bekerja dan meminta uang pesangan kepada korban.
"Sementara si Zul ini tak mau ikut ke Pekalongan. Nah, si Zul mendatangi pak haji (Zakaria) nih minta pesangon, sementara pak haji itu tak ada kata pecat sama dia, 'udah deh saya cabut aja tapi minta pesangon gitu," katanya.
Sementara di lain sisi, kata Jhony, Zul memiliki hutang kepada korban sebesar Rp6,5 juta. Saat itu, korban baru akan memberikan uang pesangon apabila Zul terlebih dahulu melunasi hutangnya. Jhony menyampaikan, Zul memang kerap meminjam uang saat korban masih hidup.
Karena usahanya meminta uang pesangon tak berhasil, akhirnya Zul memiliki niat jahat untuk memengaruhi Sutarto dan Engkos agar berhenti bekerja saat perusahaan garmen tersebut dipindahkan ke Pekalongan.
Baca Juga: Film 'G30S/PKI' Propaganda Orde Baru Guna Diskreditkan Bung Karno
Jhony juga menambahkan, selama menjadi karyawan, ketiga tersangka memang memiliki kebiasaan pergi ke tempat hiburan malam untuk berfoya-foya.
"Di situlah pemicu sakit hatinya Zul bersama tersangka lain, karena bertiga ini hobinya bersenang-senang, karoke, main perempuan gitu kan," kata Jhony.
Pasutri itu tewas karena mengalami penganiayaan saat tiga mantan karyawan merampok rumah korban di Jalan Pengairan, nomor 21, RT 11, RW 6, Bendungan Hilir, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Minggu (10/9/2017) malam.
Setelah menggasak harta benda korban, kawanan perampok tersebut membuang jasad pasutri di ke sungai Klawing, Purbalingga, Jawa Tengah.
Ketiga perampok sadis itu ditangkap saat sedang karaoke di hotel kawasan Grobogan, Jawa Tengah, Selasa (12/9/2017) malam. Zul, mantan sopir sekaligus otak perampokan sadis ditembak mati karena mencoba melarikan diri ketika diajak untuk pengembangan kasus.
Baca Juga: Kivlan Zein Bantah Dalangi Pengepungan Kantor YLBHI