Suara.com - Polresta Bogor Kota membongkar makam Hilarius Christian Event Raharja, siswa SMA Budi Mulya yang tewas karena kasus "gladiator", Selasa (19/9/2017).
Pembongkaran melibatkan tim Dokter Polisi dari Polda Jawa Barat dipimpin langsung oleh Dokter Forensik Komisaris Ihsan, dibantu tiga staf dan Rumah Sakit Polres Bogor Kota.
Makam Hilarius terletak di Pemakaman Umum Cipaku, Kota Bogor. Sebelum pembongkaran, petugas menunggu kedatangan pastur untuk prosesi keagamaan.
"Pembongkaran makam bagian dari penyelidikan untuk keperluan autopsi," kata Kasubag Humas Polresta Bogor Kota Ajun Komisaris Syarif Hidayat.
Baca Juga: Gunung Agung Meletus, Tapi Hujan Abu Vulkanik adalah Hoaks
Syarif menjelaskan, kasus Hilarius mencuat setelah unggahan curhatan ibu korban, Maria Agnes, yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo melalui media sosial.
Dalam unggahan itu, ibunya menceritakan ada aksi tawuran pelajar ala "gladiator" antara sekolah SMA Budi Mulya dengan SMA Mardi Yuana pada 29 Januari 2016, tepatnya pukul 15.00 sampai 17.00 WIB.
Lokasi tawuran tersebut terjadi di Taman Palupuh, Kelurahan Tegal Gundi, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor. Peristiwa tersebut menyebakan kematian anaknya Hilarius.
Peristiwa tersebut direncanakan kedua belah pihak masing-masing lima siswa SMA Mardi Yuana, dan tiga siswa SMA Budi Mulya untuk melakukan kegiatan "Bomboman" yaitu perkelahian ala "gladiator". Dalam perkelahian itu, masing-masing pihak berkelahi hingga salah satu di antaranya minimal tiga orang menyerah.
"Kegiatan tersebut disinyalir sudah berjalan setiap tahun, terutama dalam menghadapi acara besar seperti pertandingan basket antarsekolah DBL," jelasnya.
Baca Juga: Terungkap, Ini Jati Diri Calon Menantu Presiden Jokowi
Ia mengatakan, meski korban sudah menyerah atau sudah tidak berdaya, korban terus dipukuli hingga terkapar dan tewas di lokasi.
Kejadian tersebut diprovokasi oleh alumni SMA Budi Mulya atas nama TB dan alumni SMA Mardi Yuana atas nama HZK.
Keduanya telah dikeluarkan oleh sekolah karena dua tahun tidak naik kelas. Kegiatan tersebut sudah direncanakan atau sudah diatur untuk melakukan "bomboman".
Namun, menurut pengakuan ibu korban, anaknya dipaksa menjadi "gladiator", karena jika tidak mau akan dipukuli oleh kakak kelasnya.
Ia mengatakan kepolisian telah melakukan pemeriksaan terhadap pihak keluarga korban dan 11 saksi yang terdiri dar para penonton dan pihak lain yang terlibat dalam peristiwa tersebut, baik dari siswa pelajar SMA Budi Mulya maupun SMA Mardi Yuana.
Lebih lanjut ia menuturkan, aparat Polsek Bogor Utara saat itu sudah melakukan olah tempat kejadian perkara, menginterogasi para saksi.
Kapolsek kala itu telah mendatangi kediaman korban di sekitar Istana Batu Tulis. Didapat informasi bahwa ibu korban mulanya mendapat kabar kematian sang anak dari RS Azra.
Kapolsek Bogor Utara mengundang ibu korban ke Mapolsek untuk membuat laporan polisi dan meminta kesediaan guna mengautopsi mayat korban.
"Namun ibu korban dan pihak keluarga keberatan dengan langkah hukum serta proses hukum untuk melakukan autopsi," terang Syarif.
Setelahnya, Polsek mendapat informasi pihak sekolah menyelesaikan persoalan itu secara mediasi. Mengetahui adanya mediasi tersebut, polisi berinisiatif membuat laporan model A. Namun penyidikan kasus tersebut belum tuntas karena pelaku sudah di keluarkan dari sekolah dan pindah keluar kota.
"Kasus kembali mencuat setelah adanya curhatan ibu korban di akun sosialnya," terangnya.
Syarif mengatakan, Polsek Bogor Utara melakukan upaya hukum dengan melakukan pemeriksaan tambahan terhadap ibu korban dan bapak korban, serta pemeriksaan saksi-saksi yang terkait.
"Mendalami kasus secara profesional dan proposional, membentuk tim gabungan unit reskrim Polsek Bogor Utara dan Reskrim Polresta Bogor menindaklanjuti perkara hingga tuntas didukung pihak keluarga," tandasnya.