Kejadian tersebut diprovokasi oleh alumni SMA Budi Mulya atas nama TB dan alumni SMA Mardi Yuana atas nama HZK.
Keduanya telah dikeluarkan oleh sekolah karena dua tahun tidak naik kelas. Kegiatan tersebut sudah direncanakan atau sudah diatur untuk melakukan "bomboman".
Namun, menurut pengakuan ibu korban, anaknya dipaksa menjadi "gladiator", karena jika tidak mau akan dipukuli oleh kakak kelasnya.
Ia mengatakan kepolisian telah melakukan pemeriksaan terhadap pihak keluarga korban dan 11 saksi yang terdiri dar para penonton dan pihak lain yang terlibat dalam peristiwa tersebut, baik dari siswa pelajar SMA Budi Mulya maupun SMA Mardi Yuana.
Baca Juga: Gunung Agung Meletus, Tapi Hujan Abu Vulkanik adalah Hoaks
Lebih lanjut ia menuturkan, aparat Polsek Bogor Utara saat itu sudah melakukan olah tempat kejadian perkara, menginterogasi para saksi.
Kapolsek kala itu telah mendatangi kediaman korban di sekitar Istana Batu Tulis. Didapat informasi bahwa ibu korban mulanya mendapat kabar kematian sang anak dari RS Azra.
Kapolsek Bogor Utara mengundang ibu korban ke Mapolsek untuk membuat laporan polisi dan meminta kesediaan guna mengautopsi mayat korban.
"Namun ibu korban dan pihak keluarga keberatan dengan langkah hukum serta proses hukum untuk melakukan autopsi," terang Syarif.
Setelahnya, Polsek mendapat informasi pihak sekolah menyelesaikan persoalan itu secara mediasi. Mengetahui adanya mediasi tersebut, polisi berinisiatif membuat laporan model A. Namun penyidikan kasus tersebut belum tuntas karena pelaku sudah di keluarkan dari sekolah dan pindah keluar kota.
Baca Juga: Terungkap, Ini Jati Diri Calon Menantu Presiden Jokowi
"Kasus kembali mencuat setelah adanya curhatan ibu korban di akun sosialnya," terangnya.