Korut Peringatkan Sanksi Nuklir Tidak Akan Hentikan Mereka

Dythia Novianty Suara.Com
Selasa, 19 September 2017 | 06:25 WIB
Korut Peringatkan Sanksi Nuklir Tidak Akan Hentikan Mereka
Korea Utara kembali menembakkan sebuah rudal pada Jumat (15/9). [AFP]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Korea Utara telah memperingatkan bahwa lebih banyak sanksi dan tekanan hanya akan mempercepat program nuklirnya.

Pernyataan itu dikeluarkan, setelah PBB secara tegas telah menyiapkan saksi atas program nuklir yang akan dilakukan Korea Utara. Sementara itu, presiden AS dan China berkomitmen untuk memaksimalkan tekanan melalui penegakan resolusi PBB yang kuat. Sebelumnya, AS dan Korea Selatan melakukan latihan militer bersama.

Korea Utara melepaskan rudal terbarunya ke Jepang pada hari Jumat (15/9/2017). Menempuh jarak 3.700 km (2.299 mil), ke wilayah Pasifik AS di Guam, yang dianggap Korut sebagai target.

Peluncuran tersebut menyusul babak baru sanksi PBB dan dengan suara bulat lewat Dewan Keamanan PBB sebagai langkah sangat provokatif.

Baca Juga: Menteri Pertahanan: London Terancam Rudal Nuklir Korea Utara

Sayang, pihak kementerian luar negeri, yang dibawa oleh kantor berita resmi KCNA, mengatakan tekanan meningkat dari AS dan pasukan bawahannya untuk menjatuhkan sanksi dan tekanan pada DPRK [Partai Demokrat Rakyat Korea], hanya akan meningkatkan langkah menuju penyelesaian kekuatan nuklir.

Ia juga mengatakan bahwa tujuan sanksi PBB yang baru, yang disetujui pada 11 September adalah untuk membasmi secara fisik orang-orang, sistem dan pemerintahan negara tersebut.

Sanksi tersebut merupakan upaya untuk membatasi bahan bakar dan pendapatan Korea Utara untuk program persenjataannya, serta membatasi impor minyak dan melarang ekspor tekstil.

Tetapi beberapa kritikus telah menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas pembatasan tersebut, karena Korea Utara masih dapat melakukan perdagangan internasional. Perdagangan negara dengan Cina, menyumbang pertumbuhan ekonomi sebesar 3,9 persen tahun lalu, dikutip dari Bloomberg. [BBC]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI