Suara.com - Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mengatakan seandainya tidak sakit tentu tersangka Setya Novanto memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa dalam kasus dugaan korupsi pengadaan proyek e-KTP.
"Memang kita kalau sakit di luar dugaan juga, kalau beliau sembuh pasti akan memenuhi panggilan KPK. Tapi kondisi kesehatan tidak memungkinakan bisa hadir memenuhi panggilan KPK yang kedua," kata Ace di DPR, Jakarta, Senin (18/9/2017).
Novanto sudah dua kali dipanggil, Senin (11/9/2017) dan Senin (18/9/2017), tetapi tidak datang. Novanto tidak bisa datang dengan alasan dirawat di rumah sakit.
Anggota Komisi II DPR meminta agar Novanto didoakan cepat sembuh.
"Ya kita minta doanya pada seluruh masyarakat Indonesia, pada seluruh kader Golkar, agar beliau cepat sembuh bisa menjalani proses hukum sesuai dengan yang diharapkan," ujar dia.
Ace mengatakan Novanto akan menjalani katerisasi jantung di RS Premiere Jatinegara, Jakarta Timur.
"Ketua Umum Partai Golkar Pak Novanto direncanakan operasi untuk katerisasi jantungnya, tidak lagi dirawat di RS Siloam, namun direncanakan dioperasi di RS Premier Jatinegara," kata Ace.
Sebelumnya, Ketua Bidang Media dan Penggalangan Opini DPP Partai Golkar Nurul Arifin mengatakan Novanto akan masuk ruang angiogragi untuk dilakukan tindakan katerisasi terkait kondisi jantungnya seperti yang direkomendasikan pasca pemeriksaan MSCT atau Calcium score sebelumnya.
Dia menjelaskan tindakan itu dilakukan karena sebelumnya sudah ditemukan adanya plak di jantung.
"Pak Setnov sudah berada di cardiac ward RS Premier. Kami berharap yang terbaik untuk dirinya," kata dia.
Dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP, KPK telah memeriksa banyak saksi.
Saksi yang dimintai keterangan penyidik untuk mendalami dugaan keterlibatan Novanto saja mencapai 112 orang.
Novanto yang juga ketua umum Partai Golkar dan ketua DPR ditetapkan menjadi tersangka pada pertengahan Juli 2017. Dia diduga menguntungkan diri atau orang lain atau korporasi. Novanto diduga menyalahgunakan kewenangan dan jabatan. Novanto turut diduga ikut mengakibatkan kerugian negara Rp2,3 triliun dari nilai proyek Rp5,9 triliun.
Atas kasus tersebut, dia disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.