Sedangka Ketua Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said Aqil Siradj, juga mengakui bahwa intensitas konflik yang dilatarbelakangi perbedaan suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) di dunia internasional semakin meningkat.
"Perlahan, namun pasti konflik yang terjadi di Irak, Suriah, Myanmar dan berbagai negara masing-masing di belahan dunia lainnya telah mereduksi kebangsaan sebagaian warga Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan berbagai gerakan intoleran dalam skala besar hari ini, di tengah hal itu sudah sepantasnya nilai-nilai kebangsaan berbasis agama yang dibangun pendahulu kita tertanam di generasi penerus sehingga perbedaan SARA tidak dapat digunakan sebagai alat merusak kohesivitas anak bangsa oleh kelompok tidak bertanggung jawab," tutur Said Aqil.
Perwinas Maarif NU menurut dia hadir di saat yang tepat saat generasi muda tantangan kohesivitas yang tereduksi.
Ia pun mengutip jargon pendiri NU Abdul Wahab yaitu Syubbanul Wathon yang liriknya berbunyi "Ya Lal Wathon/Ya Lal Wathon/Ya Lal Wathon/Hubbul Wathon minal Iman/Wala Takun minal Hirman/Inhadlu Alal Wathon/Indonesia Biladi".
Baca Juga: Balik ke Solo, Jokowi Unggah Vlog Keceriaan Bermain dengan Cucu
"Artinuya pusaka hati, wahai tanah airku cintaku dalam imanku, Indonesia adalah kebanggaan kita semua. Bait ini mengingatkan kepada kita nasionalisme sama sekali tidak bertentangan dengan agama apapun terjemahan 'Hubbul Wathon Minal Iman' bukan hanya cinta tanah air tapi nasionalime, nasionalisme adalah bagian dari iman dan iman ini yang menyelematkan Indonesia dari perpecahana seperti terjadi pada bangsa-bangsa lain," ujarnya, menegaskan.
Dalam acara itu, pelajar Maarif NU juga menyampaikan ikrar yaitu setia kepada Pancasila dan UUD 1945, menjunjung tinggi Bhineka Tunggal Ika serta berkomitmen mempertahankan NKRI harga mati. (Antara)