Suara.com - Aksi pengepungan kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)/LBH Jakarta, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, diiringi dengan informasi hoaks bahwa gedung tersebut tempat penyelenggaraan acara Partai Komunis Indonesia (PKI).
Ketua Umum YLBHI Asfinawati mengatakan, terdapat informasi hoaks yang viral di media sosial yang memfitnah acara seni bertajuk “Asik Asik Aksi: Indonesia Darurat Demokrasi” di gedung YLBHI, Minggu (17/9/2017), merupakan acara kebangkitan PKI.
“Terdapat informasi hoaks yang sengaja disebarluaskan melalui media-media sosial bahwa acara seni itu terkait PKI. Dalam pantauan kami, terdapat perintah sistematis agar massa penyerang kantor LBH Jakarta dengan tuduhan itu,” tutur Asfin kepada Suara.com, Senin pagi.
“Bahkan, ada informasi hoaks yang viral bahwa acara seni itu diisi oleh peserta yang menyanyikan lagu ‘Genjer-Genjer’ (lagu daerah Banyuwangi dan dilekatkan dengan PKI yang distigma buruk). Padahal, sama sekali tak ada seperti itu,” tambahnya.
Baca Juga: Dikepung Gerombolan, YLBHI: Ada yang Sebar Hoaks tentang PKI
Karenanya, Asfin menduga aksi pengepungan yang berakhir rusuh tersebut ‘ditunggangi’ oleh kelompok-kelompok yang menghendaki acara seni sebagai bentuk kebebasan berekspresi demokratis tersebut berakhir kacau.
Sementara dalam pernyataan pers yang dikeluarkan LBH-YLBHI, kedua lembaga tersebut mengungkapkan informasi hoaks itu disebar kanrea kantor mereka adalah rumah bagi masyarakat miskin yang ‘buta hukum’ dan tertindas.
“Semua kelompok mengadu dan meminta bantuan hukum akan kami terima. Itu sesuai semangat LBH, prinsip negara hukum, dan kode etik profesi dan bantuan hukum, semua didampingi tanpa pandang bulu, tidak memandang suku, agama, ras, keyakinan politik, golongan.”
“LBH mendampingi juga korban-korban yang distigma 1965, mereka yang sama sekali tidak berafiliasi dengan PKI tapi jadi korban pembantain,” demikian pernyataan tertulis itu selanjutnya.
LBH-YLBHI juga jadi ruang semua untuk bertemu, menyampaikan pendapat, berdiskusi, dan lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan nilai-nilai HAM, demokrasi, dan negara hukum.
Baca Juga: Kronologi Pengepungan dan Kerusuhan di YLBHI
Tak hanya korban pembantaian 1965-1967, LBH/YLBHI juga mengadvokasi korban pelanggaran HAM masa Orde Baru yang terbungkus isu Islam seperti korban peristiwa Tanjung Priok, dan Talang Sari Lampung.
“Seluruh korban pelanggaran HAM datang dan mendapatkan bantuan hukum. LBH-YLBHI juga terus memperjuangkan hak perempuan untuk berjilbab. Kami juga banyak mendampingi pesantren-pesantren atau lembaga-lembaga agama, lembaga-lembaga Islam lainnya,” demikian isi pernyataan sikap tersebut.
Untuk diketahui, gerombolan pengepung itu merusak sejumlah bagian kantor YLBHI/LBH Jakarta. Tak hanya itu, mereka juga merusak mobil dan sepeda motor yang berada di jalan depan kantor YLBHI saat pontang-panting melarikan diri menghindari polisi. Sementara 5 orang polisi terluka diserang gerombolan tersebut.
Polda Metro Jaya akhirnya menangkap 5 orang yang diduga provokator pengepungan dan kerusuhan tersebut.