Suara.com - Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia di Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, dikepung massa, Minggu (17/9/2017), sekitar jam 22.20 WIB.
Ketua YLBHI Asfinawati pada 22.00 WIB menulis "LBH sedang dikepung massa aksi yang berorasi dan menggerak-gerakkan pagar. Meskipun sudah jam 22.30, aksi tidak dibubarkan."
Massa yang mengepung YLBHI lebih kurang 50 orang. Mereka mengancam akan menyerbu kantor untuk membubarkan orang-orang yang tengah berkumpul di gedung YLBHI.
Kapolres Jakarta Pusat Komisaris Besar Suyudi AS sudah berada di antara kerumunan massa. Polisi tidak membubarkan massa yang aksi sampai malam-malam begini.
Berdasarkan video yang diterima Suara.com dan beredar di grup wartawan, terlihat terjadi negosiasi yang alot.
Di tengah negosiasi, terdengar teriakan dari arah massa ke arah perwakilah YLBHI: "Perempuan bang***."
Mereka memaksa untuk membuka pagar YLBHI.
"Kita di sini di back up polisi," teriak salah satu orang dari kerumunan massa.
Pengepungan malam ini terkait dengan seminar bertema Pengungkapan Kebenaran Sejarah 1965 yang diselenggarakan YLBHI pada Sabtu (16/9/2017).
Hari itu, polisi melarang seminar dan akhirnya acara tersebut dibatalkan.
Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur mengatakan kepolisian justru melakukan pelarangan secara aktif terhadap keberlangsungan acara tersebut.
“Justru mereka (polisi) yang menghalangi, bukan malah melindungi dari ancaman pihak lain. Malah dia (polisi) lakukan pelarangan secara aktif,” katanya, dikutip dari situs YLBHI.
Padahal, menurutnya, semalam sebelum kegiatan, dari panitia dan intel polisi sudah sepakat bahwa semua orang boleh mengikuti diskusinya.
Namun, kata dia, kepolisian justru mengubah sikapnya dengan menghalangi peserta untuk mengikuti acara.
“Orang yang demo juga bisa ikut. Itu sudah sepakat tapi justru tadi pagi polisi merubah sikapnya dengan membatasi peserta untuk masuk,” katanya.
Menurutnya, tindakan yang dilakukan polisi merupakan bagian dari kemunduran demokrasi dan bagian dari pelarangan untuk melakukan diskusi dan kajian ilmiah.
“Sangat berbahaya, kenapa polisi melarang menyelenggarakan acara ini,” imbuhnya.
Isnur juga berpendapat acara itu adalah acara ilmiah dan diselenggarakan secara terbuka dan di tempat publik. Jadi semua orang bisa mengikuti untuk menyimak bahkan meliput.
“Ini diskusi sejarah mengundang narasumber dari Wantimpres, Pakar HAM, mantan Jenderal TNI, mantan Polisi, sejarahwan banyak sekali tokoh yang diundang sebagai pemateri,” tandasnya.