Suara.com - Mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Diah Anggraeni mengakui, proyek pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik tahun 2010-2011 sangat tertutup.
Dulu, kata dia, pembahasan mengenai proyek itu terkadang hanya dilakukan oleh Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Irman dengan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi. Keduanya kekinian sudah menjadi mantan pejabat pada posisinya masing-masing.
"Proyek KTP-el ini sangat tertutup. Terkadang Irman langsung sama Gamawan. Irman ini kantornya di Kalibata. Tapi sehari-hari sering di Merdeka Utara. Ada yang bilang di ruang TU menteri, ruang tunggu menteri. Ajudannya tahu," kata Anggraeni saat memberi kesaksian di persidangan kasus E-KTP dengan terdakwa Andi Narogong di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat (15/9/2017).
Baca Juga: Soal Kartu Merah Saddil, Ini Komentar Indra Sjafri
Menurut Diah, Irman yang kini telah menjadi terpidana dengan hukuman penjara tujuh tahun, tidak memiliki tanggungjawab kepada Sekjen Kemendagri atas proyek yang ada di direktoratnya.
Anggraeni mengakui, mengetahui proyek pengadaan E-KTP saat itu karena dana pengadaannya termaktub dalam anggaran Kemendagri.
"(Dirjen) tidak punya tanggung jawab langsung kepada sekjen. Tanggung jawabnya langsung ke menteri. Mungkin dia pernah cerita tapi saya lupa," katanya terkait apakah Irman pernah mengontak Diah soal proyek pengadaan KTP-el.
Namun, dalam persidangan, Anggraeni merasa mantan Dirjen Kemendagri Irman ingin melindungi seseorang dalam pusaran kasus proyek pengadaan E-KTP ini dengan menyeret dirinya.
"Kalau berdasarkan perasaan saya, Irman mau menyelamatkan orang lain tapi dengan cara menyeret saya," tandasnya.
Baca Juga: Usai Diberi Sanksi, RS Mitra Keluarga Sepi dan Dijaga Ketat