Suara.com - Amnesty Internasional mengungkapkan, wilayah Rakhine, Myanmar, hingga kekinian masih sulit dimasuki oleh lembaga-lembaga penelitian maupun bantuan kemanusiaan untuk krisis Rohingya.
Josef Roy Benedict, Deputi Direktur Amnesty International untuk Kawasan Asia Tenggara dan Pasifik, mengatakan tim PBB juga tidak bisa memasuki Rakhine karena diadang militer Myanmar.
"Tim PBB sendiri sudah berbulan-bulan tidak diberi izin masuk Rakhie. Kami juga ditolak militer Myanmar saat mau memasuki Rakhine, sehingga data dan fakta yang terjadi di sana tidak bisa didapatkan,” tutur Josef di kantor Amnesty International Indonesia, Jalan Probolinggo, Gondangdia Menteng, Jakarta Pusat, Jumat(15/9/2017).
Ia mengatakan, akses bagi jurnalis untuk meliput berita wilayah Rakhine juga dibatasi oleh militer Myanmar. Pelarangan peliputan itu dikenakan kepada media massa lokal maupun internasional.
Baca Juga: Beredar Pil Zombie, Wakil Ketua MPR: Ini Sangat Pantas Kita Kutuk
Karena sulit mendapatkan akses, maka militer Myanmar secara mudah membuat klaim mengenai segala peristiwa terkait Rohingya.
Misalnya, kata Josef, militer Myanmar mengklaim rumah-rumah di Rakhine dibakar sendiri oleh warga Rohingya.
Padahal, menurut Yosef, kejahatan kemanusiaan di Myanmar dilakukan secara sistematis. Sebab, hingga kini korban yang telah tewas sudah melampaui angka 400 Rohingya.
Josef mengatakan, yang paling penting sekarang ini adalah militer Myanmar bisa memberikan akses terhadap lembaga-lembaga kemanusiaan untuk memberikan bantuan. Sebab, etnis Rohingya yang masih berada di wilayah Rakhine sangat membutuhkan bantuan.
"Setelah bantuan kemanusiaan bisa masuk, baru kami desak agar lembaga-lembaga penelitian maupun pemantau HAM bisa memasuki daerah tersebut. Kami meminta negara-negara sedunia mendesak militer Myanmar membuka akses ke Rakhine,” tegasnya.
Baca Juga: Kodim 0409 akan Putar Film G-30S/PKI di Tiga Kabupaten