Direktur Amnesty Internastional Indonesia Usman Hamid mengapresiasi ide Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun menyediakan pulau untuk menampung pengungsi Rohingya, Myanmar.
"Tapi, apakah secara praktis itu bisa dikerjakan. Ya, itu membutuhkan perencanaan yang matang, bagaimana membawa mereka dari Bangladesh ke sini, bagaimana membuka pintu misalnya perbatasan, bagaimana membawa mereka nanti ke sejumlah pulau yang ditawarkan itu. Itu kan harus disiapkan," kata Usman di gedung HDI Hive, Menteng, Jalan Probolinggo, Gondangdia Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (15/9/2017).
Usman mengatakan menyediakan tempat penampungan bagi pengungsi Rohingya bukan hal yang mustahil. Apalagi, Presiden Joko Widodo sudah menerbitkan Peraturan Presiden tentang penanganan pengungsian.
"Itu sebuah perubahan yang lebih positif, meskipun Indonesia bukan negara pihak yang meratifikasi konvensi pengungsi. Tapi sikap presiden dalam menerbitkan perpres itu sebenarnya sangat positif untuk memperbaiki kebijakan-kebijakan penanganan pengungsi maupun mereka yang mencari suaka politik dari Indonesia," katanya.
Namun, Usman berharap jika pulau untuk pengungsi benar-benar terealisasi, sebaiknya jangan hanya untuk etnis Rohingya, melainkan juga untuk warga dari Suriah, Irak, Afghanistan, yang setiap tahun melewati Indonesia untuk masuk Australia.
"Karena Australia dianggap sebagai tempat yang jauh lebih baik, menjanjikan, tempat hidup yang lebih baik, kesehatan terjamin, pendidikan, dan sebagainya. Tapi angka yang mengajukan ke pemerintahan Indonesia itu juga tinggi," katanya.
Usman berharap ide pulau bagi pengungsi dibicarakan dengan Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi yang sekarang sedang diplomasi dengan Myanmar.
"Aung San Suu Kyi sebagai pemimpin de facto di sana, dengan otoritas militer, juga bantuan kemanusiaan dengan organisasi-organisasi kemanusiaan di Indonesia, dan juga ada langkah untuk jangka panjang, seandainya krisis kemanusiaan di Myanmar tidak selesai, maka tawaran itu bisa sangat bermanfaat," katanya.
Untuk sekarang, Usman berharap pengungsi Rohingya yang bertahan di perbatasan Bangladesh segera ditangani Myanmar dengan cara menerima mereka kembali.
"Yang kita harapkan adalah mereka bisa kembali ke kampung halamannya, membangun kembali rumah-rumahnya, kembali menikmati hidup mereka. Tapi itu semua perlu didahului pengembalian status mereka sebagai kewarganegaraan Myanmar. Itu yang sangat mendesak dan penting," kata Usman.
"Tapi, apakah secara praktis itu bisa dikerjakan. Ya, itu membutuhkan perencanaan yang matang, bagaimana membawa mereka dari Bangladesh ke sini, bagaimana membuka pintu misalnya perbatasan, bagaimana membawa mereka nanti ke sejumlah pulau yang ditawarkan itu. Itu kan harus disiapkan," kata Usman di gedung HDI Hive, Menteng, Jalan Probolinggo, Gondangdia Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (15/9/2017).
Usman mengatakan menyediakan tempat penampungan bagi pengungsi Rohingya bukan hal yang mustahil. Apalagi, Presiden Joko Widodo sudah menerbitkan Peraturan Presiden tentang penanganan pengungsian.
"Itu sebuah perubahan yang lebih positif, meskipun Indonesia bukan negara pihak yang meratifikasi konvensi pengungsi. Tapi sikap presiden dalam menerbitkan perpres itu sebenarnya sangat positif untuk memperbaiki kebijakan-kebijakan penanganan pengungsi maupun mereka yang mencari suaka politik dari Indonesia," katanya.
Namun, Usman berharap jika pulau untuk pengungsi benar-benar terealisasi, sebaiknya jangan hanya untuk etnis Rohingya, melainkan juga untuk warga dari Suriah, Irak, Afghanistan, yang setiap tahun melewati Indonesia untuk masuk Australia.
"Karena Australia dianggap sebagai tempat yang jauh lebih baik, menjanjikan, tempat hidup yang lebih baik, kesehatan terjamin, pendidikan, dan sebagainya. Tapi angka yang mengajukan ke pemerintahan Indonesia itu juga tinggi," katanya.
Usman berharap ide pulau bagi pengungsi dibicarakan dengan Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi yang sekarang sedang diplomasi dengan Myanmar.
"Aung San Suu Kyi sebagai pemimpin de facto di sana, dengan otoritas militer, juga bantuan kemanusiaan dengan organisasi-organisasi kemanusiaan di Indonesia, dan juga ada langkah untuk jangka panjang, seandainya krisis kemanusiaan di Myanmar tidak selesai, maka tawaran itu bisa sangat bermanfaat," katanya.
Untuk sekarang, Usman berharap pengungsi Rohingya yang bertahan di perbatasan Bangladesh segera ditangani Myanmar dengan cara menerima mereka kembali.
"Yang kita harapkan adalah mereka bisa kembali ke kampung halamannya, membangun kembali rumah-rumahnya, kembali menikmati hidup mereka. Tapi itu semua perlu didahului pengembalian status mereka sebagai kewarganegaraan Myanmar. Itu yang sangat mendesak dan penting," kata Usman.