Dwi Tantri, tenaga kerja Indonesia asal Surabaya, Jawa Timur memilih sègera kembali ke Taiwan tempat dia bekerja, meski cuti masih tersisa satu minggu. Perawat orang jompo tersebut memilih lebih cepat kembali ke Taiwan dengan satu alasan kuat, mengikuti program pelatihan membuat kue atau baking.
“Workshop baking di Indonesia sangat mahal, apalagi untuk program panjang sampai 10 kali pertemuan. Saya tidak mungkin bisa ikut karena harus membayar mahal. Sedangkan di sini gratis,” kata Dwi Tantri, sebelum mengikuti workshop Baking & Ecommerce yang diselenggarakan di Kainan High School, Taipei, Minggu pekan lalu.
Tantri mengikuti kelas memanggang kue bersama dengan 20 tenaga kerja Indonesia di Taiwan. Workshop akan berlangsung selama 10 kali pertemuan, diadakan setiap hari libur kerja di akhir pekan. Pengajar pelatihan ini dari kalangan profesional kaya berpengalaman, dengan mengambil lokasi di sekolah yang memiliki peralatan lengkap dan memadai. Selain belajar membuat kue panggang, sedikitnya 15 TKI belajar membuka usaha toko online. Mereka mendapat teori dan praktek membuka toko online atau sering dikenal ecommerce.
“Saya sangat senang bisa terpilih mengikuti pelatihan baking class ini. Pelatihan sangat berharga. Bagi kami, pelatihan ini persiapan kami untuk membuka usaha sendiri di Indonesia jika kontrak kerja di Taiwan selesai. Saya berencana membuka usaha sendiri di Indonesia. Teman-teman di sini sangat ingin membuka wirausaha di kampung halaman mereka. Sudah waktunya membuka usaha sendiri, tidak menjadi TKI terus menerus,” lanjut dia yang sudah 10 tahun menjadi buruh migran di Taiwan.
Pelatihan membuat kue dan workshop ecommerce ini diselenggarakan oleh Global Workers Organization, bekerja sama dengan Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia untuk Taiwan, BNP2TKI, dan Kainan High School of Commerce. Acara pembukaan dihadiri oleh Robert James Bintaryo, perwakilan Kamar Dagang dan Ekonomi Indonesia untuk Taiwan, Wen Ying Lee, Wakil Sekretaris Jenderal Walikota Taipe, Karen Hsu Kepala Global Workers Organization Taiwan dan ratusan tamu undangan yang sebagian besar pekerja migran asal Indonesia.
Kepala GWO Taiwan Karen Hsu menjelaskan pelatihan baking dan ecommerce ini pertama kali diselenggarakan bagi buruh migran Indonesia. Tujuan, memberikan bekal ketrampilan bagi para pekerja asal Indonesia agar selesai menjalani kontrak kerja di Taiwan bisa mandiri. “Untuk tahap awal pelatihan membuat kue dan ecommerce. Pilihan ecommerce, industri digital sedang tumbuh pesat di Indonesia, banyak wirausaha baru yang dilakukan dengan online. Ke depan kami ingin memberikan bekal ketrampilan lain, seperti bengkel,” katanya
Dengan bekal yang dimiliki, bila ingin keluar dari pekerjaan di Taiwan, bisa kembali ke Indonesia dan membuka usaha sendiri atau kewirausahaan. Pilihan lain, para pengusaha Taiwan yang membuka investasi di Indonesia bisa mempekerjakan mereka. “Banyak buruh migran Indonesia fasih menggunakan bahasa Taiwan. Ini kelebihan para pekerja eks BMI Taiwan,” kata dia.
Keinginan lebih jauh diungkapkan Karen Hsu. Bila para pekerja BMI sudah trampil dan berhasil membuka usaha mandiri di Indonesia, pihaknya membuka kemungkinan untuk membantu mencarikan partner bisnis atau permodalan dari Taiwan, sehingga bisa dikembangkan lebih jauh menjadi wirausaha mandiri. “Ini baru gagasan besarnya,” kata dia.
Robert James Binary selaku perwakilan Kantor Dagang Indonesia di Taiwan menyambut gembira pelatihan khusus pekerja migran ini. Pemerintah Indonesia, lanjut Robert, terus mendorong berbagai upaya memajukan kesejahteraan buruh migran, meningkatkan ketrampilan dan memberikan perlindungan. "Ini pelatihan yang bagus. Mereka bisa membuka usaha di Indonesia, tidak perlu kembali ke Taiwan bila sudah mahir," kata dia.
Hal senada disampaikan Farid dari BNP2TKI Taiwan. Pemerintah terus melakukan perlindungan dan berupaya meningkatkan ketrampilan para pekerja Indonesia di Taiwan yang jumlahnya terbesar kedua setelah buruh migran Indonesia di Malaysia. “Di Taiwan jumlah BMI mencapai sekitar 230 ribu pekerja,” kata dia.
Besarnya TKI ini membuat tantangan tersendiri, mengingat sebagian besar mereka bekería di sektor rumah tangga. Seperti asisten rumah tangga hingga pengasuh orang jompo. "Kami juga terus mendorong kepada pemerintah di Taiwan agar memberikan perlindungan kepada pekerja Indonesia, memenuhi hak-hak mereka. Seperti hak libur dan mendapatkan upah lebih," kata dia.