Suara.com - Sebanyak 120 kepala desa dan 60 kepala dinas ketenagakerjaan dari berbagai daerah yang menjadi kantong pekerja migran (TKI) mengikuti workshop “Membangun dan Melindungi Tenaga Kerja Indonesia Mulai dari Desa”. Acara ini merupakan satu rangkaian peluncuran "Program Desa Migran Produktif (Desmigratif)", yang digagas Kementerian Ketenagakerjaan, di Hotel Bidakara, Jakarta, 11-13 September 2017.
Desmigratif adalah program perlindungan dan peningkataan kesejahteraan pekerja migran dan keluarganya, sejak sebelum penempatan, saat penempatan, hingga purna penempatan.
Para kepala desa dan kepala dinas mendapatkan empat materi yang menjadi pilar program desmigratif, yaitu membangun pusat informasi ketenagakerjaan dan layanan migrasi; menumbuhkembangan usaha produktif; pembentukan komunitas pengasuhan dan tumbuh kembang anak (community parenting); dan pembentukan dan pengembangan koperasi atau lembaga keuangan mikro.
“Menjadi pekerja migran adalah hak semua orang. Melalui program Desmigratif, kami bisa memastikan migrasi yang aman bagi warga di desa kami,” kata Irmibus Denny, Kepala Desa Rangga Talo, Lio Timur, Ende, Nusa Tenggara Timur, Selasa (12/9/2017).
Pembentukan pusat layanan informasi ketenagakerjaan dan layanan migrasi, lanjutnya, memberi kepastian TKI yang berangkat ke luar negeri adalah legal, terdokumentasi, negara tujuan jelas, sehingga terhindar dari human trafficking, sebagaimana yang sering terjadi di NTB.
Pelatihan dan pendampingan usaha produktif juga diharapkan memberi nilai ekonomi bagi keluarga TKI. Ia mencontohkan, Desa Rangga Talo memiliki potensi usaha minyak kemiri, minyak kakau, dan minyak kayu putih. Untuk menambah nilai ekonomi, diperlukan pendampingan pada proses produski, kemasan, dan penjualan.
Sumardi, Kepala Desa Rengas Pendawa, Larangan, Brebes, Jawa Tengah, mengatakan bahwa program ini didesain sangat bagus untuk melindungi TKI sejak dari kampung, di negara tujuan, hingga kembali ke kampung. Di desanya, lanjutnya, terdapat sedikitnya 1.500 warga yang menjadi TKI. Beberapa diantaranya bermasalah.
Sebelumnya, aparat desa tidak tahu bagaimana mengurus imigrasi yang baik, tidak mengetahui perusahaan sebagai pelaksana penempatan TKI swasta yang baik, dan sebagainya.
“Dengan Desmigratif, perangkat desa bisa memastikan migrasi yang aman bagi warganya,” ujar Sunardi.
Dia juga berharap, program ini bisa membantu pengelolaan keuangan TKI yang dikirimke keluarganya digunakan untuk kegiatan produktif.
Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kupang, Kris Koroh, optimistis, dengan melibatkan banyak kementerian, perbankan dan swasta, Desmigratif akan mampu meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan TKI dan keluarganya.
”Semoga program yang menyeluruh bagi TKI dalam Desmigratif, mulai dari sebelum, saat dan pasca purna penempatan TKI, bisa berjalan dengan baik dan berkelanjutan,” ujarnya.
Sebanyak 120 kepala desa yang hadir berasal dari desa yang tahun ini menjadi target pelaksanaan Program Desmigratif. Tahun depan akan dikembangkan pada 130 desa, dan 150 desa pada 2019. Total keseluruhan menjadi 400 desa.
Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Kemnaker, Maruli A. Hasoloan mengatakan, dengan melibatkan 11 kementerian/lembaga, perbankan dan swasta, masalah perlindungan dan peningkatan kesejahteraan TKI akan terus meningkat. “Karena masalah TKI memang harus menjadi perhatian bersama,” ujarnya.
Selain Kemnaker, Desmigratif juga melibatkan Kementerian Kesehatan, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Kementrian Pariwisata, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Kementrian Hukum dan HAM, Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan serta Badan Ekonomi Kreatif. Pemerintah juga menggandeng Bank Indonesia, BRI, BNI, Bank Dunia, Sampoerna Foundation, dan sejumlah lembaga swasta lainnya.
(** Artikel ini merupakan kerja sama Kemnaker dengan Suara.com)