Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi kembali memeriksa Direktur Jenderal Perhubungan Laut nonaktif Antonius Tonny Budiono dalam kasus dugaan suap di Kementerian Perhubungan. Tonny diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Adiputra Kurniawan, Komisaris PT Adhiguna Keruktama, Selasa (12/9/2017).
Usai diperiksa lembaga antirasuah, Antonius yang mengenakan rompi oranye itu awalnya melempar senyum kepada wartawan. Namun, saat dikonfirmasi soal pernyataannya terkait ada kesyahbandaran Otoritas Pelabuhan yang kadang menyuapnya, Tonny menjawabnya dengan tidak karuan.
Dia bahkan mengatakan bahwa uang yang diterimanya berasal dari Tuhan.
"Nggak ada, syahbandar dari langit, duit dari Tuhan," kata Antonius usai diperiksa KPK.
Baca Juga: Kasus Suap Panitera PN Jaksel, KPK Periksa Komisaris Aquamarine
Jawaban 'ngawur' yang dilontarkan Dirjen Hubla nonaktif ini tak berhenti sampai di situ. Ia menyebut penyidik KPK menanyainya soal urusan dunia akhirat pada pemeriksaan tadi.
"(Ditanyai) Tentang dunia akhirat," katanya.
Lebih lanjut, Antonius mengatakan saat ini dirinya dalam kondisi sehat. Ketika disinggung soal kerisnya yang disita KPK, ia menjawab bahwa itu digunakan untuk perang Bharatayuda.
"Keris itu (untuk) perang Bharatayuda," kata Tonny.
KPK telah resmi menetapkan Antonius Tonny Budiono dan Adiputra Kurniawan sebagai tersangka. Keduanya diduga telah melakukan kesepakatan jahat terkait pemulusan perizinan pengerukan di Pelabuhan Tanjung Mas, Semarang, Jawa Tengah, yang dikerjakan oleh PT Adiguna Keruktama.
Baca Juga: KPK Periksa Sekjen Kemendes PDTT Terkait Suap Auditor BPK
Dalam hal ini ada uang dugaan suap sebesar Rp1,147 miliar yang diberikan Adiputra untuk Tonny Budiono.
Namun demikian, KPK masih terus mendalami proyek-proyek yang digarap oleh Tonny Budiono terkait perizinan dan pengadaan barang serta jasa di lingkungan Ditjen Perhubungan Laut, tahun anggaran 2016-2017 yang terindikasi tindak pidana korupsi.
Sebagai pihak penerima suap, Tonny disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tipikor.
Sedangkan sebagai pihak pemberi, Adiputra disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 Ayat (1) kesatu KUHP.