Alot, Rapat Kerja Komisi III-KPK Dilanjutkan Selasa

Selasa, 12 September 2017 | 00:10 WIB
Alot, Rapat Kerja Komisi III-KPK Dilanjutkan Selasa
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo bersama Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, Saut Situmorang, Basaria Panjaitan , dan Alexander Marwata (kanan) mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR di Jakarta, Senin (11/9). [Antara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Rapat Kerja Komisi III dengan KPK diskors pada Senin (11/9/2017) pukul 23.00 WIB. Rapat yang mulai pada pukul 15.00 WIB ini akan dilanjutkan lagi pada Selasa (12/9/2017) pukul 10.00 WIB.

"Rapat kita skorsing besok pagi jam 10.00 WIB," ujar Wakil Ketua Komisi III Benny K Harman yang memimpin rapat kali ini.

Usai rapat, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengaku tidak terbebani meski rapat digelar bersambung. Menurutnya, rapat ini merupakan bagian dari kerja KPK itu sendiri.

"Enggak (terbebani lah). Itu anak-anak kerja semua kok, jangan-jangan ‎malam ini ada OTT juga, mereka semua sudah profesional kok. Kita fokus semua," kata Saut.

Sebelum ditutup, rapat ini membahas tentang‎ hubungan penyelidik dengan penyidik, hingga kewenangan KPK dalam menyita telepon genggam seorang yang tertangkap tangan melakukan korupsi. Hal ini belum sempat dijawab KPK hingga rapat ini diskorsing.

Dikonfirmasi usai rapat, Wakil Ketua KPK Laode Syarif menerangkan soal hubungan penyelidik dan penyidik. Penyelidik dan penyidik ini kerap bersanding ketika KPK menggelar operasi tangkap tangan.

"Misalnya, apa gunanya penyelidik? Untuk ‎mengetahui tempatnya di mana, siapa informannya. Kalau penyidik untuk memastikan bahwa ada keabsahannya untuk menyita barang, memblokir, membuat garis polisi, dan lain-lain. Karena pada tingkatan penyidikan itu terjadi proses justisia," kata Laode.

Dia menambahkan, dalam setiap operasi tangkap tangan, KPK akan menerjunkan satuan tugas khusus. Satgas yang bertindak memang selalu dilengkapi oleh penyelidik, penyidik, bahkan jaksa penuntut.

Kemudian, dalam operasi tangkap tangan ini, memang dibolehkan melakukan penyitaan barang bukti. Hal itu sesuai dengan Pasal 1 poin 19 KUHAP yang menerangkan bahwa dalam tangka tertangkap tangan itu maka penyidik atau penyelidik dapat meminta alat-alat yang dianggap ‎sebagai bagian melakukan kejahatan.

‎Dia mencontohkan dalam kasus OTT kasus Bupati Pamekasan, di mana penyidik meminta telepon genggam pelaku yang akhirnya diserahkan dengan sukarela. Kemudian telepon genggam dikembalikan ke pemiliknya hingga dibuatkan sprindik dan akhirnya dilakukan penyitaan sebagai barang bukti.

"Dan, HP itu  sebenarnya bisa dianggap sebagai salah satu kalau untuk komunikasi, itu bisa diminta. Tapi Bagaimana dia bisa disita? Kalau disita maka harus dibikinkan sprindik itu sebagai dasar untuk melakukan penyitaan,"  kata dia.

Di sisi lain, Laode menerangkan, KPK bekerja sesuai dengan KUHAP kecuali yang ditentukan Undang-undang KPK. Dia memastikan, KPK tidak akan bekerja kalau hal itu tidak sesuai aturan.

Sebagai, untuk penyadapan yang dilakukan KPK agak berbeda dengan yang tertera dalam KUHAP. Pada KUHAP, penyadapan dilakukan di tingkat penyelidikan. Sedangkan di undang-undang KPK, penyadapan dilakukan di tingkat penyelidikan.

"Contoh, kalau misalnya di menurut KUHAP penyadapan itu dilakukan dalam tahap penyidikan, maka UU K‎PK dikatakan dengan jelas itu bisa dilakukan dalam tahap penyelidikan," kata Laode.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI