Bersama dengan komunitas lain, mereka memelajari hak-hak masyarakat adat yang dilindungi konstitusi. Mereka juga pernah melobi untuk mendapat dukungan Presiden Joko Widodo, dengan harapan, dapat menguasai tanah adat sesuai ketentuan.
Kaum tani dan masyarakat yang juga berjuang mendapatkan haknya di hutan-hutan hujan tropis Indonesia tampak menatap lekat-lekat kepada komunitas tersebut. Banyak ahli agraria, aktivis HAM, dan ekologis meyakini, pendekatan aksi yang dilakukan komunitas Pandumaan-Sipituhuta adalah pilihan terbaik untuk melakukan revolusi agraria, menghanti sistem hukum tanah yang tak berpihak.
"Namun, usaha ini belum tentu berhasil. Amerika Serikat berada di belakang sistem perundang-undangan lahan yang tak menguntungkan petani. Dukungan politik dari Jakarta, ibu kota, mungkin berubah-ubah, dan ada banyak rintangan logistik," tulis Vincent Bevins dan Humbang Hasundutan dalam artikelnya "'We'd rather die than lose': villagers in Indonesia fight for a land rights revolution", The Guardian, Senin (4/9/2017).
Warga komunitas itu selalu bangga ketika suatu malam saat mereka menyerbu salah satu situs tempat perusahaan Toba Pulp Lestari (TPL) berencana memulai menebangi pepohonan. Mereka menyerbu dan mengambil seluruh peralatan milik perusahaan tersebut.
Baca Juga: Sindikat Saracen, Asma Dewi Adik dari Anggota Mabes Polri
Mereka juga secara jujur mengakui masih trauma ketika polisi mendatangi desa dan menangkapi banyak warga. Sebagai balasan, mereka juga mengingat komunitas tetangganya, yakni warga adat Aek Lung, mencanangkan aksi "gerilya menanam". Aksi itu berupa menanami lahan-lahan adat mereka yang sudah diambil TPL, persis ketika perusahaan itu memanen pohon ekaliptus.
Tak hanya itu, mereka juga mengakui sudah kebal mendapat ancaman pembunuhan. Mereka turut menduga perusahaan merupakan dalang dari sekelompok orang yang membakar gubuk, meracuni tanaman, dan memanggil polisi militer untuk mengalahkan gerakan komunitas.
"Aku selalu ada di medan pertempuan. Aku selalu hadir dalam setiap aksi protes, dan juga aksi langsung di lahan-lahan," kata Rusmedia Lumban Gaol, perempuan sepuh berusia 68 tahun yang malam itu mengenakan sarung dan kaus klub Barcelona.
"Kami, perempuan-perempuan tua ini, selalu berada di barisan depan aksi. Sebab, orang-orang sewaan perusahaan dan polisi selalu sungkan untuk mengasari kami. Mereka pasti malu berhadapan dengan kami," kenangnya.
Baca Juga: Pernyataan Henry Ungkap Agenda Tersembunyi Pansus KPK
Namun, PT TPL menyanggah semua tuduhan warga yang dialamatkan kepada pihaknya. Mereka menilai, aktivitas perusahaan sudah sesuai peraturan yang berlaku.