YLBHI: Tulisan Dandhy Dwi Laksono Kritik, Bukan Penghinaan

Jum'at, 08 September 2017 | 16:45 WIB
YLBHI: Tulisan Dandhy Dwi Laksono Kritik, Bukan Penghinaan
Sejumlah ormas mendukung Dandhy Dwi Laksono. (suara.com/Dwi Bowo Raharjo)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) Jawa Timur melaporkan jurnalis sekaligus aktivis Dandhy Dwi Laksono ke Kepolisian Daerah Jawa Timur, Rabu (6/9/2017). Dandhy dituduh menghina Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Organisasi sayap PDI Perjuangan itu melaporkan Dandhy karena status yang dia unggah dalam laman pribadi Facebook-nya dianggap menghina Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Sebaliknya, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Asfinawati mengatakan kritik yang disampaikan Dandhy bentuk upaya memperbaiki negara.

"Itu berupa kritik yang seharunya nggak dianggap sebagi penghinaan. Penghinaan itu terminologi untuk wilayah privat ya. Sedangkan kalau pejabat publik, ketua partai, aparat pemerintah, itu harus menerima masukan, kritik itu sebagai masukan mereka dalam menjalankan fungsinya," ujar Asfinawati di Gedung YLBH Indonesia, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (8/9/2017).

Baca Juga: Selain Dandhy Dwi Laksono, Siapa Saja Aktivis yang Dipidana?

Sementara itu, Koordinator Wilayah Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) Damar Juniarto mengatakan pasal 'karet' dalam Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang dikenakan ke Dandhy biasnaya sering digunkan oleh pejabat publik terhadap warga. Tetapi, kini menyasar aktivis.

"Itu menujukan pada kita perlindungan pada aktivis pada saat dia menyampaikan pendapatnya di media sosial itu jadi lebih tidak ada, jadi lebih rentan karena yang melaporkan pejabat publik yang menjadi sorotan dari aktivis itu sendiri," kata Damar.

Berdasarkan data Safenet, Damar mencontohkan enam kasus terkahir yang terjadi pada tahun 2017.

Pertama kasus Dandhy Dwi Laksono; kedua Aktivis Anti Korupsi Mohammad Aksa; ketiga penyidik senior KPK Novel Baswedan; kempat aktivis yang tergabung dalam Forum Pembela Tanah Rakyat Tapanuli Tengah, Edyanto Simatupang; kelima Stanly Handry Ering, pembongkar kejahatan akademik di Universitas Negeri Manado; dan yang terkahir adalah aktivis nelayan tradisional Krisdianto samawa yang dilaporkam Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.

"Enam orang ini kita menganggapnya adalah bukan lagi persoalan individu dengan individu yang lain dengan pasal penghinaan. Enam aktivis ini ketika dia menyampaiakn kritik, dan pemaparan berdasarkan data kok bisa dikenakan pasal yang seharusnya tidak ada urusny dengan itu," kata Damar.

Baca Juga: Masinton: Repdem Buka Pintu Maaf untuk Dhandy Laksono

Damar mengungkapkan ada tiga kelompok yang paling rentan disasar oleh pejabat negara. Pertama aktivis anti korupsi, aktivis lingkungan dan Sumber Daya Alam, dan yang terkahir jurnalis.

"Tiga kelompok yang rentan ini harus kita jaga bersama-sama. Hari ini kita bukan hanya melindungi Dandhy, kami bersama Dandhy. Kami ingin mengajak elemen masyarakat menjaga ini semua. Aktivis, jurnalis karena merwka bagian merawat demokrasi kita jadi lebih benar," kata dia.

Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers) Nawawi Bahrudin mengatakan aparat kepolisian bisa menjadi ujung tombak dalam menangani permasalahan terkait dengan UU ITE.

Ia berharap aparat kepolisian tidak tebang pilih dan bisa melakukan upaya pencegahan menjadi tindakan hukim.

"Misalnya katakan untuk kasusnya Kaesang Pangarep (puta Presiden Joko Widodo) polisi dengan tegas dia katakan nggak ada pidana, tapi untuk kasus lain dia terkesan membuka ruang orang dengan mudah melaporkn kebencian ini," kata dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI