Suara.com - Sejumlah perusahaan tambang batubara di daerah aliran Sungai Barito mengeluhkan tingginya pungutan atas nama sumbangan yang ditetapkan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dari hasil produksi tambang batu bara.
"Investor mengeluhkan adanya pungutan dari Pemprov Kalteng yang nilainya sangat besar. Bahkan melebihi kewajiban royalti yang dibayar," kata seorang aktivis sosial Teddy Sambas melalui keterangan persnya, Kamis (7/9/2017) malam.
Sumbangan tersebut kata dia mengacu pada Peraturan Gubernur Kalteng Nomor 27 Tahun 2017 yang dikeluarkan sejak 31 Juli 2017.
Pergub tersebut mengatur tentang petunjuk pelaksana penerimaan dan pengelolaan sumbangan pihak ketiga kepada Pemprov Kalteng.
Baca Juga: 15 Tewas dan 18 Terperangkap di Tambang Batu Bara Cina
Setelah adanya aturan ini, perusahaan diminta menyetor dana sesuai kalori batu bara.
Awalnya dirinci sumbangan yang diminta untuk kalori tinggi (lebih dari 6.100 kilo kalori per kilogram) sebesar Rp50.000/ metrik ton, untuk kalori menengah (5.100-6.100 kkal/kg) sebesar Rp30.000/MT dan kalori rendah (5.100 kkal/kg) Rp15.000/MT.
"Anehnya Pemprov Kalteng menahan dokumen tambang, akibatnya sebulan belakangan tidak ada tongkang yang berlayar. Padahal perairan Sungai Barito saat ini sedang dalam ketinggian air di atas normal, artinya tongkang masih bisa berlayar. Jika sungai surut, maka angkutan batu bara dipastikan mandeg," katanya.
Bahkan, kata dia, lebih dari itu nilai sumbangan yang diminta belakangan kembali berubah. Untuk yang kalori rendah menjadi Rp7.500, kalori sedang Rp15.000 dan kalori rendah Rp26.000.
"Kenapa nilai sumbangan yang diminta itu bisa diubah besarannya, kami minta Pemprov Kalteng berbenah. Karena pelayanan di Dinas Energi Sumber Daya Mineral Kalteng amburadul dan sangat memberatkan investasi," ujarnya.
Baca Juga: Pejabat ESDM Cina Dihukum Mati karena Korupsi Batu Bara
Sementara, salah seorang pengusaha tambang batubara mengatakan terkait Pergub tersebut, sejumlah pengusaha pemegang Izin Usaha Pertambangan menyampaikan keluhannya.
"Bantuan pihak ketiga mestinya sukarela. Ini malah dipatok berdasarkan kalori, makanya ini sangat memberatkan karena satu tongkang dipungut rata-rata Rp250 juta," katanya.
Salah seorang warga Muara Teweh, Ali mengatakan terkait pungutan sebelumnya ada satu kabupaten di Kalteng yang mau memberlakukan sumbangan itu terkait angkutan tambang batu bara, namun Pemkab tersebut tidak jadi menerapkan karena akan dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Kita berharap Pemprov Kalteng belajar dari kebijakan salah satu kabupaten itu sebelum dilaporkan ke KPK," katanya.