Suara.com - Menanggapi Front Pembela Islam yang membuka pendaftaran jihad ke Myanmar, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan menyarankan sebaiknya ormas menahan diri. Anggota Komisi I DPR mengimbau semua elemen masyarakat menyerahkan penanganan masalah Rohingya kepada pemerintah.
"Saya pikir kita berikan kesempatan dulu kepada pemerintah untuk melakukan dan melanjutkan lobinya untuk menyelesaikan secara baik ke Myanmar. Jadi lebih bagus penyelesaian diplomasi yang lebih bagus diutamakan dulu," kata Syarief di DPR, Jakarta, Kamis (7/9/2017).
Sebelumnya, juru bicara Front Pembela Islam Slamet Maarif mengklaim sudah 10 ribu anggota laskar yang mendaftarkan diri ikut jihad ke Myanmar untuk membela etnis Rohingya yang menjadi korban konflik di wilayah Rakhine.
"Teman - teman FPI di daerah berinisiatif mengadakan pendaftaran mujahid ke Rohingya dan sampai saat ini sudah lebih dari 10 ribu yang mendaftar dari tujuh daerah," kata Slamet kepada Suara.com.
Pendaftaran jihad dilakukan di FPI tingkat wilayah, seperti Banten, Aceh , Klaten, Poso, Pasuruan, Jakarta, dan Sumatera Selatan.
Dewan Pimpinan Pusat FPI berperan untuk menyeleksi dan memberangkatkan mujahid.
FPI menetapkan empat persyaratan untuk bisa mendaftar jihad ke Myanmar. Yakni, mendapatkan izin dari orangtua, sehat jasmani dan rohani, memiliki kemampuan bela diri, dan siap mati syahid.
Slamet menekankan tugas utama mujahid yaitu menjalankan misi kemanusiaan untuk membantu pengungsi Rohingya dengan cara memberikan makanan dan obat - obatan.
"Tetapi dalam keadaan tertentu jika diperlukan ya berjihad melawan kebiadaban tentara Myanmar," ujar Slamet.
Saat ini, kata Slamet, FPI masih menunggu hasil kerja Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi yang diutus Presiden Joko Widodo ke Myanmar untuk membantu mengatasi krisis kemanusiaan.
"Kami akan berangkat setelah pemerintah dan TNI sudah tidak bisa lagi mengatasi persoalan muslim Rohingnya. Kami menunggu akses yang ada untuk bisa masuk ke Rohingya," kata Slamet.