Komunitas Ini Punya Cara Beda Dukung Warga Rohingya

Siswanto Suara.Com
Rabu, 06 September 2017 | 19:16 WIB
Komunitas Ini Punya Cara Beda Dukung Warga Rohingya
PIN solidaritas untuk Rohingya [suara.com/Andrea Prayoga]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
Anggota Komunitas Taman Baca Masyarakat punya cara sendiri untuk menunjukkan solidaritas bagi masyarakat Rohingya yang kini menjadi korban konflik di Rakhine, Myanmar, Rabu (6/9/2017).

Di tengah aksi damai yang diikuti ribuan orang di depan kantor Kedutaan Besar Myanmar, Jalan H. Agus Salim, Menteng, Jakarta Pusat, mereka menjual PIN bertuliskan Stop Genoside Rohingya dan Sertakan Rohingya dalam Doa-doa Kita kepada peserta demonstrasi.

"Lewat kegiatan yang kami lakukan ini, kami ingin menunjukkan rasa kepedulian terhadap saudara-saudara yang ada di Rohingya, Myanmar," kata anggota Taman Baca Masyarakat, Yanti.

Setiap PIN dijual dengan harga Rp5 ribu. Hasil penjualan rencananya disalurkan ke Pos Keadilan Peduli Ummah yang merupakan lembaga kemanusiaan nasional.

"PIN yang kami jual ini, nanti dana nya kami kasih posko PKPU humanity, nah nantinya PKPU akan langsung menyalurkan dana bantuan itu ke Rohingya," ujar Yanti.

Dalam aksi hari ini, komunitas membawa seribu buah PIN. Selain dijual di tengah demonstrasi, PIN juga dijual secara online.

"Ini kami jual nggak hanya secara langsung, tapi lewat online juga kami jual, jadi buat teman-teman yang mungkin belum bisa mendapatkan PIN-nya, bisa dipesan lewat online," ujar Yanti.
 
Di antara peserta demonstrasi membela etnis Rohingya di depan Kedutaan Besar, ada Sam Aliano (43). Sam Aliano dulu warga negara Turki dan sudah menjadi warga negara Indonesia.  Dia berdiri membawa poster bertuliskan: Stop Myanmar Kill Our Brother.

Sam Aliano meminta pemerintah Myanmar menerima warga etnis Rohingya, seperti Indonesia menerima dirinya.

"Pemerintah Myanmar mengakui warga etnis Rohingya. Saya sebagai warga negara asing saya hanya beberapa tahun bisa untuk jadi WNI. Saya bandingkan diri saya sebagai warga negara asing, hanya beberapa tahun jadi WNI, tapi disana yang sudah tinggal ratusan tahun, tapi nggak diakui, kita lihat itu tidak ada keadilan, masa mereka nggak dikasih password. Jadi saya bangga jadi WNI," ujar Sam Aliano kepada Suara.com.

Sam Aliano meminta pemerintah Myanmar membuka dialog dengan etnis Rohingya. [Andrea Prayoga]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI